Samarinda, Klausa.co – Langkah Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda dalam menanggulangi banjir kembali diuji. Kali ini, Wali Kota Samarinda Andi Harun turun langsung meninjau kondisi tanggul di Jembatan Jalan PM Noor, Sungai Pinang, pada Kamis (30/1/2025). Di balik inspeksi tersebut, terselip persoalan pelik. Hal itu adalah normalisasi sungai yang bersinggungan dengan kepemilikan lahan warga.
Di lokasi, Andi Harun mendapati aliran air kian meluas, terutama di belakang Masjid Babul Haffazah. Debit air lebih besar dibandingkan dengan area yang telah ditangani sebelumnya.
“Di titik ini, alirannya lebih deras karena ada penyempitan di tikungan,” ujar Andi Harun, sembari menunjuk ke arah arus yang kian mendesak ke permukiman.
Namun, bukan hanya soal aliran air yang menjadi perhatian. Sebuah rumah berdiri di tepi jembatan, memunculkan pertanyaan bagaimana bisa lahan di sempadan sungai memiliki sertifikat?
“Saya dengar rumah ini bersertifikat. Pertanyaannya, apakah dulunya ini daratan atau lahan sempadan sungai? Itu yang bisa menjawab hanya BPN,” katanya.
Persoalan itu bukan perkara kecil. Jika benar ada sertifikat di atas lahan yang semestinya menjadi bagian dari aliran sungai, Pemkot harus berhadapan dengan aturan pertanahan. Meski begitu, Wali Kota memastikan, proses normalisasi tetap berjalan.
Pemkot berencana membongkar sejumlah rumah di sekitar tanggul sebagai bagian dari upaya penanganan banjir. Menurut AH, sapaan akrab Andi Harun, mayoritas warga sudah menyatakan setuju, meski masih ada segelintir yang bimbang.
“Pada dasarnya warga mendukung, hanya ada beberapa yang masih ragu soal relokasi,” katanya.
Tantangan terbesar, seperti biasa, ada pada negosiasi ganti rugi. Dalam pengalaman Pemkot, persoalan ini kerap berlarut-larut.
“Yang bikin lama itu kadang soal nilai ganti rugi. Ada juga yang sengaja bertahan untuk mengulur waktu. Tapi kita sudah tegaskan, ada batas nilai operasional yang harus kita patuhi,” tegasnya.
Pemkot tak ingin mengambil langkah serampangan. Semua prosedur harus sesuai aturan agar tak menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari.
“Kalau prosedur dilanggar, risikonya hukum. Kita juga harus melindungi pegawai di lapangan agar mereka tidak terseret masalah nantinya,” kata AH.
Pemkot memastikan normalisasi sungai dilakukan bertahap, menyesuaikan dengan anggaran dan regulasi. Andi Harun mencontohkan proyek serupa yang sudah dilakukan di Lambung Mangkurat.
“Masalahnya berkembang cepat, tapi solusinya harus mengikuti aturan. Harus sabar, tapi progresnya pasti berjalan,” ujarnya.
Di balik sikap tegasnya, Wali Kota tetap menekankan aspek kemanusiaan.
“Mau ada surat kepemilikan atau tidak, mereka tetap warga kita. Apalagi yang dari ekonomi menengah ke bawah. Itu harus kita pertimbangkan juga,” pungkasnya.
Upaya Pemkot Samarinda dalam menangani banjir bukan sekadar soal infrastruktur, tetapi juga tarik-ulur kepentingan. Antara kepastian hukum dan nasib warga, tantangan normalisasi sungai masih jauh dari kata selesai. (Yah/Fch/Klausa)