Klausa.co

Sidang Etik Hakim MK: Antara Fakta dan Politik

Sidang dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi oleh MKMK (Foto: Mahkamah Konstitusi RI)

Bagikan

Jakarta, Klausa.co – Sidang etik hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang digelar oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah memasuki babak akhir. Sidang ini berkaitan dengan dugaan pelanggaran etik hakim MK terkait putusan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) yang kontroversial.

Putusan MK tersebut memuluskan pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai capres-cawapres pada pemilu 2024. Putusan ini menuai pro dan kontra dari berbagai pihak, termasuk dari para hakim MK sendiri.

MKMK, sebagai lembaga yang bertugas mengawasi perilaku dan etika hakim MK, akan membacakan putusan etiknya pada Selasa (7/11/2023), pukul 16.00 WIB. Sidang ini akan menentukan nasib para hakim MK, baik yang mendukung maupun yang menolak putusan batas usia capres-cawapres.

Baca Juga:  Bupati Mahulu Dorong Pemerintah Pusat Bangun Bandara Baru di Ibu Kota Kabupaten

Tudingan Politik

Di balik sidang etik hakim MK, terdapat dugaan adanya motif politik yang mendorong eskalasi konflik. Salah satu pihak yang diduga bermain politik adalah kelompok yang melaporkan Ketua MK Anwar Usman ke MKMK.

Kelompok ini menuduh Anwar Usman telah melanggar etik karena diduga berpihak kepada pasangan Prabowo-Gibran. Mereka juga menuntut agar putusan MK tentang batas usia capres-cawapres dibatalkan dan pasangan Prabowo-Gibran didiskualifikasi.

Namun, tuntutan ini dianggap tidak berdasar oleh Hendarsam Marantoko, praktisi hukum dan ketua umum Lingkar Nusantara (LISAN). Menurutnya, kewenangan MKMK terbatas hanya mengadili perilaku dan etika hakim MK, bukan mengubah atau membatalkan putusan MK.

“Putusan MK tentang batas usia capres-cawapres bersifat final dan mengikat dan tidak ada upaya hukum lagi sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 C ayat 1 UUD 1945. Jadi, tidak mungkin MKMK bisa membatalkan putusan MK yang sudah sah,” ujar Hendarsam.

Baca Juga:  Presiden Luncurkan 80 Ribu Koperasi Merah Putih, Kaltim Sudah Rampungkan 1.037 Kelembagaan

Hendarsam juga mencontohkan kasus mantan hakim MK Akil Mochtar dan Patrialis Akbar, yang terkena tindak pidana dalam penanganan perkara putusan MK. Meskipun mereka dikenai sanksi etik oleh MKMK, putusan MK yang mereka tangani tetap berlaku.

“Jadi pertanyaannya, kalau secara azas, aturan hukum, dan praktik hal tersebut tidak memungkinkan, kenapa mereka-mereka itu masih ngotot? Ya saya menduga kuat karena motif politik semata,” tegas Hendarsam.

Sidang etik hakim MK menjadi sorotan publik karena menyangkut kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tertinggi dalam sistem peradilan konstitusi. Masyarakat berharap agar sidang ini berjalan adil, transparan, dan profesional. (Mar/Bob/Klausa)

Bagikan

.

.

Search
logo klausa.co

Afiliasi :

PT Klausa Media Indonesia

copyrightâ“‘ | 2021 klausa.co