Klausa.co

Kritikan Pedas AHY ke Pemerintah, Sebut Program Jokowi Grusa-grusu Hingga Utang Negara yang Melonjak

Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (Foto : Dokumentasi Partai Demokrat)

Bagikan

Jakarta, Klausa.co – Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono menyampaikan pidato politik di hadapan ribuan kader di Lapangan Tennis Indoor, Senayan, Jakarta, pada Selasa (14/3/2023). Dalam pidato politiknya secara terang-terangan pria yang akrab disapa AHY itu mengkritisi berbagai kebijakan yang diambil pemerintah.

Dalam pidato tersebut, AHY menyampaikan pandangannya terkait posisi Partai Demokrat terhadap sejumlah isu.

Dilansir dari Kompas.com, berikut ini rangkuman pidato AHY:

Utang Naik

AHY menyinggung, utang pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo naik tiga kali lipat dalam delapan tahun terakhir. Dia menyebut, defisit anggaran coba ditutup dengan utang pemerintah.

AHY menjabarkan, berdasar data Kementerian Keuangan, utang pemerintah telah mencapai Rp 7.733 triliun pada awal 2023. Itu belum termasuk utang BUMN sebesar Rp 1.640 triliun.

Menurut AHY, utang tersebut tak lain dampak persoalan ekonomi Indonesia yang semakin rumit. Akibat tata kelola keuangan negara yang tak dikelola dengan baik.

“Anggaran terlalu banyak digunakan untuk membiayai proyek-proyek mercusuar, yang tidak banyak berdampak pada kehidupan wong cilik (rakyat kecil),” ucap dia.

Di sisi lain, utang-utang pemerintah akan membebani masyarakat. Pasalnya, masyarakat pula yang akan membayar utang lewat pembayaran pajak.

“Tidak adil bila imbas utang yang terlewat tinggi tadi, akhirnya pemerintah tidak leluasa membiayai kehidupan dan pembangunan nasional. Jangan menghukum pihak yang tidak bersalah,” tutur AHY.

Penundaan Pemilu 2024

AHY menyinggung, Indonesia tengah menghadapi banyak ujian. Salah satunya munculnya isu penundaan Pemilu 2024, usai terbitnya putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.
“Kami mencermati wejangan dari Ketua Majelis Tinggi kami, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Bangsa ini tengah diuji, banyak godaan,” kata AHY.

Baca Juga:  Gerindra Buru Demokrat, Muzani: Kami Buka Pintu untuk Siapapun yang Dukung Prabowo

Menurut AHY, putusan PN Jakarta Pusat yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghentikan tahapan Pemilu 2024 yang tengah berjalan, mengusik akal sehat dan rasa keadilan. Apalagi, putusan itu terbit setelah rangkaian beberapa isu lainnya. Seperti isu presiden tiga periode, perpanjangan masa jabatan presiden, hingga sistem pemilu proporsional tertutup.

“Apa yang sedang terjadi di negeri kita ini? Apakah ini sebuah kebetulan belaka?” ujarnya.

AHY mengatakan, saat ini banyak orang takut bicara. Termasuk banyak orang yang takut ditangkap bila berseberangan dengan sikap penguasa. Meski demikian, AHY menilai untuk beberapa hal, rakyat masih berani bersuara yang menyangkut hajat hidup.

Ia mengungkapkan, rakyat yang dia temui di seluruh pelosok negeri menolak penundaan Pemilu 2024. Menurutnya, jika Pemilu 2024 dipaksa ditunda, ke depan justru tak akan ada yang memimpin Indonesia.

Sebab, sebagaimana amanat konstitusi, pemerintahan era Jokowi akan berakhir pada 20 Oktober 2024 setelah lima tahun bekerja.

“Apa iya ada Plt (pelaksana tugas) Presiden? Apa iya akan ada ratusan Plt anggota DPR RI dan DPD RI, serta ribuan Plt anggota DPRD?” tegas AHY.

“Kalau di negara kita ada Plt Presiden, dan ribuan Plt wakil rakyat yang berkuasa, dan bekerja selama 2 hingga 3 tahun, betapa kacau dan chaos situasi nasional kita,” tutur putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu.

TNI hingga BIN Diminta Netral

Baca Juga:  Bukan AGM, Demokrat Kaltim Kini Dipimpin Irwan

Dalam pidatonya, AHY berharap aparat negara seperti TNI hingga Badan Intelijen Negara (BIN) bersikap netral di Pemilu 2024. Selain TNI dan BIN, AHY juga berharap sikap netralitas yang sama ditunjukkan oleh aparat penegak hukum lainnya.

“Seluruh aparatur negara harus benar-benar netral, baik TNI, Polri, BIN, Kejaksaan, dan lembaga penegak hukum lainnya, serta badan-badan usaha milik negara,” kata AHY.

Selain itu, para penyelenggara Pemilu juga tak lepas dari pandangan AHY. Seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), bisa menjalankan tugasnya dengan baik dan independen.

Menurutnya, Pemilu 2024 akan berlangsung damai jika para aparatur negara bersikap netral. Begitu juga dengan pihak penyelenggaranya bila bersikap independen.

“Karena fair play, tidak ada kecurangan. Menang atau kalah akan diterima, jika terjadi dalam permainan yang adil dan sportif,” ujarnya.

“Karena hak dan kedaulatan rakyat tidak diganggu. Intinya adalah hadirnya keadilan politik. Itulah hukum yang berlaku. Ingat, no justice, no peace,” sambung dia.

Ia juga mengingatkan semua pihak, pemilu merupakan milik rakyat. Sehingga sudah semestinya rakyat mendapatkan hak untuk memilih dan dipilih tanpa adanya gangguan. Dengan demikian, AHY menambahkan, masyarakat sudah seharusnya mendapat ruang yang adil dalam berpolitik.

“Kita berharap Pemilu 2024 berlangsung secara damai, jujur, adil, dan demokratis. Itulah harapan rakyat. Harapan Demokrat, harapan kita semua,” jelas dia.

Kritik Food Estate

AHY juga mengkritik keras kebijakan Jokowi terkait food estate dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja. Terkait food estate, AHY menyebut banyak akademisi pertanian dan aktivis lingkungan mengkritik kebijakan food estate.

Baca Juga:  Ketum HIPMI Kaltim Gabung Demokrat, Sebut Irwan Magnet generasi muda Kaltim

Menurutnya, food estate adalah program yang hanya mengandalkan ekstensifikasi lahan saja. Namun mengabaikan faktor ekologi dan sosial.

“Kedaulatan pangan seharusnya berorientasi pada pemberdayaan dan melibatkan masyarakat, serta mengindahkan aspek keseimbangan lingkungan, keberlanjutan dan tradisi masyarakat lokal,” kata AHY.

Menurutnya, aspek tersebut sebagaimana mazhab ekonomi Demokrat, yakni sustainable growth with equity. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan tetap menjaga keseimbangan alam.

AHY juga mengatakan, kurang baiknya tata kelola pemerintahan tercermin dari lahirnya peraturan perundang-undangan yang keluar dari norma hukum. Contoh, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

AHY menegaskan, Demokrat sejak awal menolak UU Cipta Kerja bukan hanya karena isinya yang kurang berpihak kepada tenaga kerja, tetapi juga karena pembuatan aturannya dilakukan grusa-grusu.

“Alih-alih menciptakan lapangan kerja, angka pengangguran malah makin tinggi,” tegas AHY.

Menurutnya, tidak mengherankan jika Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menyatakan UU Cipta Kerja sebagai produk yang inkonstitusional. AHY heran, pemerintah bukannya melibatkan masyarakat untuk melakukan perbaikan aturan, justru meresponsnya secara sepihak dengan mengeluarkan Perppu Cipta Kerja.

“Hal ini kembali menegaskan bahwa lemahnya good governance akan memicu terjadinya ketidakpastian hukum. Implikasinya, kepercayaan dunia usaha dan para investor, nasional maupun luar negeri kepada pemerintah menurun,” ungkap AHY.

“Tidak sedikit yang membatalkan rencana investasinya. Padahal, kita sangat membutuhkan investasi itu untuk perbaikan dan pertumbuhan ekonomi nasional,” imbuh dia. (Mar/Mul/Klausa)

Bagikan

.

.

Search
logo klausa.co

Afiliasi :

PT Klausa Media Indonesia

copyrightâ“‘ | 2021 klausa.co