Samarinda, Klausa.co – Penanganan kasus tambang ilegal di kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Universitas Mulawarman (Unmul) terus berlanjut. Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (LKBH FH Unmul) memastikan proses penyidikan telah memasuki tahap penting.
Ketua LKBH FH Unmul, Nur Arifudin, dalam rapat virtual bersama Tim Advokasi KHDTK Unmul pada Rabu (30/7/2025), menyampaikan, bahwa perkara ini telah resmi naik ke tahap penyidikan oleh Polda Kalimantan Timur sejak 3 Juni 2025.
Sejauh ini, penyidik telah memeriksa 12 orang saksi fakta serta empat orang saksi ahli dari bidang kehutanan, ESDM, dan hukum pidana.
“Pada 4 Juli, penyidik menetapkan dan menahan tersangka berinisial R di Rutan Polda Kaltim. Ia diduga terlibat dalam aktivitas tambang ilegal seluas 3,48 hektare di kawasan KHDTK Unmul,” ungkap Nur Arifudin.
Dari hasil penyidikan, diketahui R sempat mengajukan kerja sama dengan F dari KSU P, namun gagal karena tidak mampu membayar uang muka sebesar Rp1,5 miliar.
Satu unit ekskavator merek Hitachi turut diamankan sebagai barang bukti. Saat dilakukan pengecekan ke lapangan, aktivitas tambang sudah tidak berlangsung.
Keterangan penting juga diperoleh dari Balai Gakkum LHK Wilayah Kalimantan. Dua orang yang ditemukan di lokasi tambang diketahui sebagai karyawan PT TAA. Alat berat yang digunakan dibeli dari PT AAA.
Pada 19 Juli 2025, dua tersangka tambahan berhasil diamankan oleh aparat gabungan. Mereka adalah D (42), Direktur PT TAA, dan E (38), penanggung jawab alat berat. Keduanya ditahan di Rutan Polresta Samarinda setelah sebelumnya dua kali mangkir dari panggilan penyidik.
Fakultas Kehutanan Unmul sendiri telah melakukan valuasi ekonomi terhadap kerugian, yang kini tengah diverifikasi oleh tim hukum LKBH FH Unmul.
Menurut Nur Arifudin, ada tiga langkah lanjutan yang akan ditempuh dalam waktu dekat.
“Pertama, pengembangan penyelidikan terhadap pelaku lain. Kedua, penyempurnaan berkas perkara. Ketiga, pelimpahan ke Kejaksaan Tinggi Kaltim untuk proses hukum selanjutnya,” jelasnya.
Perkembangan perkara ini juga telah disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat gabungan komisi DPRD Provinsi Kaltim pada 10 Juli 2025. Nur Arifudin menegaskan, bahwa jalur hukum pidana menjadi langkah utama, namun jika belum menemukan keadilan, jalur perdata akan dipertimbangkan.
“LKBH FH Unmul berkomitmen untuk mengawal hingga tuntas, demi perlindungan kawasan hutan yang menjadi laboratorium alam Fakultas Kehutanan Unmul,” tegasnya. (Din/Fch/Klausa)