Kutim, Klausa.co – Polemik iuran sekolah di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) kembali mencuat. Ketua Komisi D DPRD Kutim, Yan Ipui, mengkritisi dan menyoroti praktik penggalangan dana di sekolah-sekolah yang dinilai memberatkan sebagian siswa. Keluhan ini muncul dalam hearing yang digelar DPRD, dan terungkap banyaknya laporan mengenai iuran tambahan yang dibebankan kepada orang tua murid.
Menurut Yan, hasil penyelidikan menunjukkan bahwa beberapa iuran tersebut adalah buah dari kesepakatan antara pihak sekolah dan komite sekolah. Iuran tambahan ini sering kali disepakati oleh orang tua yang menginginkan fasilitas lebih baik bagi anak-anak mereka, seperti pemasangan AC di ruang kelas. Namun, bagi sebagian siswa yang berasal dari keluarga dengan ekonomi terbatas, kesepakatan ini justru menjadi beban yang sulit ditanggung.
“Ini yang menyebabkan beberapa siswa kita merasa keberatan. Akibatnya, muncul desas-desus dan pertanyaan di kalangan masyarakat,” ungkap Yan dengan nada prihatin.
Yan juga menambahkan bahwa selain iuran untuk fasilitas, masih ada berbagai pungutan lain yang terjadi di sekolah-sekolah. Ia menegaskan bahwa Dinas Pendidikan harus segera turun tangan, terutama Kepala Dinas, untuk menyelesaikan berbagai masalah terkait penerimaan iuran ini. Yan mengingatkan bahwa pemerintah telah berkomitmen pada program pendidikan gratis, yang menjadi bagian dari visi dan misi pembangunan daerah.
“Pendidikan gratis yang dimaksud di sini adalah pembebasan biaya SPP untuk tingkat SD dan SMP. Namun, perlu dipahami bahwa gratis tidak berarti seluruh biaya pendidikan ditanggung pemerintah,” jelasnya.
Lebih lanjut, Yan menyebut bahwa pemerintah telah menanggung biaya seragam sekolah, termasuk seragam merah putih, biru putih, pramuka, batik, dan kaos olahraga untuk siswa. Namun, ia juga menekankan bahwa program yang diinisiasi oleh komite sekolah, seperti pengadaan AC, adalah hasil musyawarah antara orang tua murid dan tidak berhubungan langsung dengan kebijakan pemerintah.
“Jika ternyata iuran tersebut digunakan untuk kepentingan yang tidak semestinya, seperti pembangunan WC yang seharusnya menjadi tanggung jawab sekolah, pemerintah akan mengambil tindakan tegas,” tutup Yan.
Pernyataan Yan ini seolah menjadi alarm bagi sekolah-sekolah di Kutim untuk lebih transparan dan bijak dalam mengelola iuran dari orang tua murid. Di sisi lain, masyarakat pun didorong untuk lebih kritis dan aktif dalam musyawarah terkait iuran, agar tidak menimbulkan beban yang berlebihan bagi sebagian siswa. (Nur/Mul/ADV/DPRD Kutim)