Samarinda, Klausa.co – Ketidakjelasan informasi mengenai besaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kalimantan Timur (Kaltim) tahun 2025 menuai sorotan dari akademisi.
Perbedaan data antara Rp20 triliun dan Rp14 triliun dinilai membingungkan masyarakat dan berpotensi menimbulkan krisis kepercayaan terhadap pemerintah.
Pengamat ekonomi Universitas Mulawarman, Purwadi, menyebut perbedaan data dinilai membingungkan masyarakat dan berpotensi menimbulkan krisis kepercayaan terhadap pemerintah.
Ia meminta Pemerintah Provinsi Kaltim segera memberikan klarifikasi terbuka dan menyajikan data yang akurat kepada publik.
“Saya sempat tampil di program TVRI bersama Ibu Dasmiah dari Biro Kesra. Di sana disampaikan bahwa Pak Gubernur sendiri mengaku kaget karena ternyata APBD-nya bukan Rp20 triliun, tapi hanya Rp14 triliun,” ungkap Purwadi, Kamis (31/7/2025).
Ia menekankan, bahwa selisih Rp6 triliun bukanlah angka kecil, jika benar hanya Rp14 triliun, ia mempertanyakan ke mana perginya sisa anggaran tersebut.
“Jangan sampai uang sebesar itu jadi misteri. Sekda, Wakil Gubernur, dan Gubernur wajib menjelaskan secara konsisten. Data anggaran tidak boleh jadi bahan ‘kucing-kucingan’ antar pihak,” ujarnya.
Lebih lanjut, Purwadi juga menyoroti ketidaksesuaian alokasi anggaran pendidikan. Menurutnya, jika APBD benar Rp20 triliun, maka minimal Rp4 triliun atau 20 persen dialokasikan untuk pendidikan, sesuai amanat Undang-Undang.
“Yang saya tahu, dana pendidikan justru hanya sekitar Rp750 miliar. Jauh dari 20 persen. Program gratis pendidikan yang digembar-gemborkan juga belum terasa. Guru honorer belum terbayar, bantuan seragam sekolah minim, anak-anak bahkan masih pakai seragam warisan kakaknya,” tegasnya.
Ia juga menyinggung pernyataan Gubernur yang menyebut hanya Rp3 triliun dari total APBD Kaltim yang benar-benar digunakan untuk pembangunan. Hal itu memperkuat asumsi bahwa banyak dana daerah justru tidak menyentuh kebutuhan dasar masyarakat.
“Kalau benar hanya Rp3 triliun yang dipakai untuk membangun, lalu sisanya digunakan untuk apa? Jangan sampai ini malah digunakan untuk ormas, paguyuban, atau program-program yang sarat kepentingan politik,” kritiknya.
Ke depan, Purwadi mengingatkan bahwa tren menurunnya nilai APBD harus diantisipasi sejak sekarang. Ia menyebut, berdasarkan informasi yang ia peroleh, APBD 2026 diperkirakan hanya Rp18 triliun, jauh lebih rendah dari asumsi semula yang dipatok hingga Rp30 triliun.
“Jika tren ini terus berlanjut, maka bisa berdampak serius terhadap keberlanjutan program-program prioritas daerah,” pungkasnya. (Yah/Fch/Klausa)