Samarinda, Klausa.co – Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda bersiap menerapkan sistem parkir berlangganan. Langkah ini digadang-gadang sebagai solusi jangka panjang untuk menertibkan parkir di Kota Tepian sekaligus menambal kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) imbas parkir liar.
Wali Kota Samarinda, Andi Harun, menegaskan bahwa sistem ini akan menjadi salah satu instrumen utama dalam membenahi tata kelola perparkiran di Samarinda. Selain memberikan kenyamanan bagi masyarakat, sistem ini diyakini mampu meningkatkan transparansi dan efisiensi pengelolaan parkir.
“Parkir berlangganan itu bicara soal keadilan dan ketertiban. Ini cara kita mengendalikan perparkiran agar tidak ada lagi kebocoran PAD dan praktik jukir liar,” tegas mantan legislator DPRD Kaltim itu.
Dalam skema parkir berlangganan ini, Pemkot bakal menggandeng Bank Mandiri untuk pengembangan sistem pembayaran nontunai. Warga akan menggunakan kartu khusus parkir berlangganan yang berlaku di area parkir milik pemerintah, seperti jalan umum. Sementara itu, kawasan parkir swasta seperti mal atau hotel tetap akan menggunakan sistem masing-masing.
Tarif yang disiapkan pun relatif terjangkau. Untuk kendaraan roda dua, tarif harian dipatok sekitar Rp1.100, sedangkan roda empat Rp2.700. Dengan tarif flat, pengguna bisa parkir berkali-kali dalam sehari tanpa biaya tambahan.
“Ini lebih efisien dan terjangkau. Selain itu, warga pada akhirnya punya kepastian soal tarif,” jelas Andi.
Pemerintah juga membuka pilihan pembayaran langganan tiga bulanan, enam bulanan, hingga tahunan bagi yang ingin lebih praktis. Meski begitu, sebelum diberlakukan untuk umum, sistem ini akan diuji coba terlebih dahulu di lingkungan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan non-ASN Pemkot Samarinda. Setelah itu, baru diperluas ke pegawai BUMN dan BUMD.
Selain tarif dan sistem pembayaran, Pemkot juga berencana memperbaiki kesejahteraan juru parkir resmi. Para jukir nantinya tidak lagi menarik uang parkir secara langsung. Mereka akan berperan mengatur kendaraan dan membantu pengguna dalam transaksi nontunai yang didukung perangkat electronic data capture (EDC).
“Kami sedang mempertimbangkan kenaikan gaji jukir resmi, disesuaikan dengan mobilitas dan beban kerja tiap kawasan,” tambah Andi.
Sementara itu, dari sisi anggaran, sistem ini relatif hemat. Biaya pengembangan bersama Bank Mandiri hanya Rp35,5 juta dengan biaya pemeliharaan tahunan sebesar Rp18,5 juta. Tidak ada sistem bagi hasil, semua pendapatan parkir masuk secara penuh ke kas daerah.
“Sebelumnya, kami sudah menawarkan ke beberapa bank, tapi yang paling serius adalah Bank Mandiri. Tidak ada bagi hasil, sistem ini murni untuk kepentingan kota,” tandas Andi Harun. (Yah/Fch/Klausa)