Kutim, Klausa.co – Akhmad Sulaiman, anggota DPRD Kutai Timur (Kutim) yang berasal dari wilayah pesisir, angkat suara di tengah sorotan minimnya perhatian terhadap sektor nelayan di daerahnya. Di balik layar, Sulaiman sedang menyusun langkah-langkah strategis yang ia yakini akan membawa perubahan signifikan bagi kesejahteraan masyarakat pesisir.
“Nelayan kita punya potensi besar, tetapi potensi itu hanya akan menjadi mimpi jika tidak ada dukungan anggaran yang memadai,” tegas Sulaiman saat ditemui di Kantor DPRD Kutim, Sangatta, Senin (19/8/2024).
Sulaiman memaparkan pentingnya alokasi anggaran yang khusus untuk pengembangan nelayan, termasuk dalam hal infrastruktur dan peningkatan kapasitas. Bukan tanpa alasan, Sulaiman yang juga tumbuh di lingkungan pesisir, memahami betul tantangan yang dihadapi oleh para nelayan di daerahnya.
“Saya juga berasal dari komunitas nelayan, dan ketika saya diberi amanah sebagai wakil rakyat, saya merasa ini tanggung jawab moral untuk memperjuangkan nasib mereka,” ungkapnya.
Namun, perjalanan tidak mudah. Sulaiman mengakui bahwa regulasi saat ini belum sepenuhnya mendukung penganggaran yang memadai untuk sektor ini. Tapi ia tidak menyerah.
“Kalau regulasi belum mendukung, kita perlu menciptakan regulasi baru yang lebih relevan dan berdiskusi bersama untuk mencari solusi terbaik. Ini bukan hanya soal anggaran, tapi soal masa depan masyarakat pesisir kita,” katanya dengan nada serius.
Yang menarik, Sulaiman menyoroti keberadaan sistem punggawa, di mana banyak nelayan masih bergantung pada para pemodal lokal dengan skema bagi hasil yang sering kali merugikan.
“Sistem ini membuat nelayan kita sulit mandiri. Mereka bekerja keras, tapi hasilnya terbatas karena harus dibagi dengan punggawa,” ujarnya.
Harapan Sulaiman sederhana namun mendalam. Dia ingin para nelayan Kutai Timur bisa berdiri di atas kaki mereka sendiri. Ia percaya bahwa dengan dukungan anggaran yang tepat sasaran, para nelayan bisa melepaskan diri dari ketergantungan pada punggawa dan mengelola usaha mereka dengan lebih mandiri dan berkelanjutan.
“Ini bukan sekadar soal angka dalam anggaran, ini tentang memberi kesempatan kepada nelayan untuk benar-benar merdeka dalam mengelola potensi laut kita,” pungkasnya. (Nur/Mul/ADV/DPRD Kaltim)