Klausa.co

Langkah Berani Kutai Timur dalam Perang Melawan HIV/AIDS

Novel Tyty Pembonan, anggota DPRD Kutim (Foto: Istimewa)

Bagikan

Kutim, Klausa.co – Kabupaten Kutai Timur (Kutim) bersiap menggebrak dengan rancangan peraturan daerah (Perda) terbaru yang menyasar pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Novel Tyty Paembonan, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutim sekaligus pemimpin rapat, menegaskan bahwa peraturan ini adalah langkah krusial untuk menahan laju infeksi menular seksual yang kian mengkhawatirkan.

“Perda ini akan menjadi pondasi penting dalam upaya kita mencegah dan menanggulangi HIV/AIDS. Edukasi masyarakat adalah kunci, dan kami siap untuk memberikan informasi yang dibutuhkan,” kata Novel usai memimpin rapat dengar pendapat di ruang Hearing DPRD Kutim, Rabu (17/7/2024).

Namun, upaya ini tidak berjalan mulus. Diskusi tentang screening atau pemeriksaan awal bagi calon pekerja memicu perdebatan tajam. Tenaga kerja khawatir hasil positif akan berujung penolakan kerja, sementara praktisi kesehatan menegaskan betapa vitalnya screening ini.

Baca Juga:  Faizal Rachman Kembali Terpilih, Fokus pada Kolaborasi dan Pembangunan

“Dari data, 42 persen penyandang HIV berasal dari kalangan pekerja. Ini alarm serius bagi kita semua,” tegas Novel.

Kontroversi semakin memanas ketika Uce Prasetyo, salah satu peserta hearing, menyoroti ketidakadilan dalam pemeriksaan yang lebih fokus pada ibu hamil sementara suami mereka luput dari pemeriksaan.

“Kasihan, para istri yang hamil diperiksa sementara suaminya yang berpotensi menularkan tidak diperiksa. Itu tidak adil,” serunya dengan nada prihatin.

Praktisi kesehatan menyerukan perlunya mengatasi akar masalah penularan HIV.

“Kita harus mencari tahu dari mana potensi penularan ini berasal,” desak Uce.

Di sisi lain, Novel menjelaskan bahwa pansus akan mengutamakan pendekatan yang mengedepankan kemanusiaan dan hak asasi manusia.

Baca Juga:  APBD Perubahan Kutim 2024, DPRD Fokus pada Efisiensi dan Prioritas Pembangunan

“Kami berkomitmen untuk bekerja sesuai regulasi, tetapi juga mempertimbangkan asas kemanusiaan. Penyakit ini sering tersembunyi dan berisiko menyebar luas jika tidak diungkap,” ujarnya.

Menurut Novel, screening harus dilakukan dengan menjaga kerahasiaan dan martabat individu.

“Penyakit ini bukan lagi hal yang tabu atau memalukan, tapi harus dikendalikan agar tidak menular ke orang lain,” pungkasnya. (Nur/Mul/ADV/DPRD Kutim)

Bagikan

.

.

Search
logo klausa.co

Afiliasi :

PT Klausa Media Indonesia

copyrightâ“‘ | 2021 klausa.co