Jakarta, Klausa.co – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggeledah sejumlah ruangan di kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Meranti, Riau, Senin (10/4/2023). Penggeledahan ini terkait kasus operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat Bupati Meranti nonaktif Muhammad Adil dan puluhan pejabat lainnya.
Salah satu ruangan yang digeledah adalah ruang kerja Muhammad Adil. Selain itu, tim penyidik juga menggeledah rumah dinas Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Fitria Nengsih.
Kapolres Meranti AKBP Andi Yul membenarkan adanya penggeledahan tersebut. Dia mengatakan pihaknya hanya diminta melakukan pengamanan oleh tim KPK.
“Iya benar. Kami hanya diminta melakukan pengamanan,” kata Andi Yul dilansir dari jpnn.com.
Andi Yul menjelaskan, penggeledahan itu masih dalam rangkaian penyidikan kasus OTT yang terjadi beberapa waktu lalu. Dalam OTT tersebut, KPK menangkap Muhammad Adil dan 25 pejabat lainnya di Meranti.
“Iya, masih terkait OTT kemarin. Lebih dari itu kami tidak berwenang menjawabnya. Namun, nanti akan dilakukan lagi pemeriksaan di Polres,” ujarnya.
Diwartakan sebelumnya, Adil diduga memerintahkan para kepala dinas di Pemkab Kepulauan Meranti untuk memberi setoran kepadanya. Setoran itu berasal dari uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU) masing-masing dinas. Dana tadi dikondisikan seolah-olah adalah utang kepada Adil.
Besar potongan itu antara 5 hingga 10 persen. Setoran UP dan GU itu diserahkan kepada Fitria dalam bentuk uang tunai. Uang itu dikumpulkan untuk keperluan Adil. Salah satunya ialah dana operasional safari politik untuk maju Pilgub Riau pada 2024.
KPK membeberkan, ada tiga kasus yang melibatkan Adil. Kasus pertama, terkait korupsi pemotongan anggaran. Kasus kedua terkait penerimaan gratifikasi dari biro perjalanan ibadah ke Tanah Suci.
Adapun, kasus ketiga yakni terkait suap untuk pemeriksaan keuangan Kabupaten Kepulauan Meranti. Pemeriksaan keuangan itu dilakukan tahun 2022.
Atas ketiga kasus itu pun, Adil dijerat Pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tidak hanya itu, sebagai pemberi, Adil juga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sebagai penerima suap, Adil bisa dipidana seumur hidup. Pasal 12 huruf f dan a UU Nomor 31 Tahun 1999 mengatur ancaman seumur hidup, atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.
“Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah),” ungkap pasal tersebut. (Mar/Mul/Klausa)