Tenggarong, Klausa.co – Ratusan umat Hindu Kutai Kartanegara (Kukar) dan Samarinda memadati kawasan pelabuhan di depan Museum Mulawarman, Tenggarong pada Minggu (19/3/2023). Gabungan warga Hindu dari dua daerah ini berkumpul untuk mengikuti Upacara Melasti dalam rangkaian Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1945/2023 Masehi.
Upacara keagamaan tersebut menjadi yang pertama kali digelar di Tenggarong. Upacara itu dihadiri Bupati Kukar Edi Damansyah bersama Kepala Kantor Kementerian Agama Kukar H Nasrun, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kukar Rinda Desianti.
Turut hadir pula Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kaltim I Made Subamia, Bimas Hindu Kanwil Kemenag Kaltim Anak Agung Raka Ardita dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Kukar.
Dalam wawancara di sela acara Edi mengucapkan selamat merayakan Hari Raya Nyepi bagi umat Hindu yang merayakan. Menurutnya, Hari Raya Nyepi memiliki makna hari kebangkitan yang mempersatukan umat dalam bingkai kesatuan yang penuh toleransi, penuh kerukunan meskipun dalam perbedaan.
Edi ingin umat Hindu bisa benar-benar menjauhkan diri dari sifat keserakahan. Bila sifat tersebut diimplementasikan dengan benar, maka ia yakin, kehidupan sosial keagaman dan sosial kemasyarakatan akan menjadi lebih baik.
“Ayo kita saling bergandengan tangan, saling tolong-menolong. Sehingga keberadaan kita sebagai umat beragama mampu menjadi berkah bagi orang lain,” tutur Edi.
Kukar sendiri, lanjutnya, memiliki keunggulan dalam wisata religi. Beberapa di antaranya ada di Kecamatan Anggana, Kecamatan Muara Kaman dan Kecamatan Tenggarong. Dia mengajak, seluruh masyarakat bisa ikut menjaga aset-aset religi tersebut.
“Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya sinergitas semua pihak, salah satunya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakatnya,” ujarnya.
Sebagai informasi, Melasti merupakan salah satu dari beberapa ritual menyambut Hari Raya Nyepi. Upacara ini bertujuan menyucikan diri dan membersihkan alam dari energi negatif.
Melasti dinilai mampu membimbing umat Hindu dalam menjaga hubungannya dengan aspek Tri Hita Karana, yang artinya menjalin hubungan harmonis dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam.
Upacara untuk menyucikan diri sebelum nyepi ini dilakukan tiga hari sebelum nyepi dilaksanakan. Ritualnya dilakukan dengan menghanyutkan kotoran alam mengunakan air kehidupan. Biasanya, ritual ini dilakukan di Tirta Amerta atau sumber air.
Sebelum sembahyang dimulai, umat Hindu akan membasuh muka atau menyentuh air untuk membuang karma buruk. Saat ritual berlangsung, mereka akan membawa peralatan suci dan sesaji.
Dijelaskan oleh Ketua PHDI Kaltim, I Made Subamia, hari Raya Nyepi Tahun Saka di Kaltim dirayakan dengan empat kegiatan. Di antaranya sosial, pelayanan kesehatan dan penanaman pohon. Kedua adalah ritual, ketiga seremonial dan keempat sarasehan.
“Sedangkan dalam prosesi keagamaan dibagi empat prosesi, yaitu Melasti yang memiliki arti membuang dan melepaskan segala kotoran agar kembali suci secara lahir dan batin yang sedang kita lakukan sekarang,” ucapnya.
Prosesi kedua, Prosesi Tawur Agung Kesanga, dilaksanakan dalam berbagai tingkatan seperti di rumah masing-masing, desa, kecamatan, kabupaten, dan provinsi. Setiap tingkatan memiliki jenis bante ataupun sesajen yang bebeda-beda.
Ketiga ngerupuk atau ngerupak, dilakukan dengan berkeliling di halaman rumah sambil membawa obor dan memainkan bunyi-bunyian sembari menaburkan nasi tawur. Kalau di Bali, ia melanjutkan, malam pengerupukan dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh keliling desa.
Terakhir Nyepi, ada empat pantangan yang diperhatikan saat Hari Raya Nyepi. Keempat pantangan itu disebut dengan Catur Brata Penyepian. Pertama dari Amati Geni yang berarti larangan untuk menyalakan api sepanjang hari, tidak memasak, tidak menyalakan lampu, yang juga berarti berpuasa dan tidak menikmati makanan atau minuman.
Kedua ada Amati Karya, berarti larangan untuk bekerja fisik karena fokus untuk melaksanakan tapa, brata, yoga, dan semadhi. Ketiga Amati Lelanguan, yakni larangan untuk mencari hiburan karena pikiran harus dipusatkan untuk mengingat dan memikirkan Ida Sang Hyang Widhi dan melakukan introspeksi diri.
Dan keempat Amati Lalungan, yaitu larangan bepergian karena tidak diperbolehkan untuk pergi dari area tapa brata dilaksanakan. Lalu, proses terakhir dari Hari Raya Nyepi ada Gembak Geni, dilakukan sehari setelah Nyepi. Para umat Hindu melepaskan brata yang menandai selesainya tapa, brata, yoga, dan semadhi. (Dy/Fch/Klausa)