Klausa.co

Persidangan Kasus Warga Telemow Sarat Ketidakadilan, Legalitas HGB PT ITCI Dipertanyakan

Pengacara Publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Samarinda, Fathul Huda ( Foto : Istimewa )

Bagikan

Samarinda, Klausa.co – Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Samarinda, Fathul Huda, menyampaikan sejumlah kejanggalan dalam proses hukum terhadap warga Desa Telemow Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), yang tengah menjalani persidangan atas tuduhan penyerobotan lahan milik PT International Timber Corporation in Indonesia Kartika Utama (ITCU-KU).

Ia menilai, penggusuran lahan yang dilakukan di tengah proses persidangan adalah langkah yang tidak etis, apalagi menurutnya, fakta di persidangan mengungkap bahwa Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) milik perusahaan tersebut “terbit di ruang gelap” dan diduga cacat administrasi.

Huda menduga, bahwa penggusuran tersebut merupakan bentuk kepanikan pihak perusahaan dan upaya untuk memperkuat posisi mereka dalam proses hukum.

Ia juga menyoroti sikap majelis hakim dalam persidangan yang dinilai tidak netral dan cenderung “menggiring” saksi maupun terdakwa.

Baca Juga:  DPRD Kaltim Merespon Cepat, Akan Gelar Rapat Gabungan Bahas Tambang Ilegal di KHDTK Unmul

“Kami menyayangkan sikap majelis hakim yang seolah mendrive terdakwa dan saksi. Ini membuat mereka merasa takut dan terintimidasi. Hakim seharusnya menjaga netralitas, bukan menekan,” ujar Huda pada Jum’at (16/5/2025).

Pihak LBH menyatakan bahwa mereka telah mengajukan permohonan pemantauan persidangan kepada Komisi Yudisial sejak Maret 2025, namun hingga kini belum ada pemantauan yang dilakukan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai komitmen lembaga pengawas untuk menjamin persidangan yang adil.

Sidang kasus ini sendiri telah berlangsung sejak 20 Maret 2025, dengan frekuensi dua kali dalam seminggu, setiap hari Senin dan Rabu. Namun proses persidangan sempat terhambat karena libur Lebaran dan Hari Raya Waisak.

Hal ini, menurut Huda, menjadi hambatan besar dalam menghadirkan saksi meringankan, terlebih jaksa memiliki keleluasaan dalam menghadirkan saksi mereka.

Baca Juga:  Sosialisasi Perda Bantuan Hukum, Nanda Moeis Ajak Warga Makroman Waspadai Pinjol Ilegal

“Jika alasan pembatasan waktu digunakan untuk menolak saksi meringankan, itu tidak adil. Hak terdakwa untuk membela diri dijamin dalam KUHAP dan tidak boleh dibatasi,” tegasnya.

Huda juga menolak anggapan bahwa argumen keras dalam persidangan merupakan bentuk contempt of court.

“Berdebat secara substansial demi pembelaan klien tidak bisa dikategorikan sebagai penghinaan pengadilan. Contempt of court itu semisal naik meja seperti di Jakarta, bukan argumen hukum yang sah,” jelasnya.

Terkait legalitas lahan, Huda menjelaskan bahwa HGB PT ITCI yang diklaim sejak 1993–1994 tidak pernah ditunjukkan dokumen aslinya dalam persidangan, baik oleh jaksa maupun saksi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Sementara itu, masyarakat Desa Telemow memiliki bukti kepemilikan lahan dan telah menggarap lahan tersebut sejak sebelum PT ITCI Kartika Utama masuk ke wilayah tersebut di akhir 1990-an.

Baca Juga:  Dua Tahun Mengalami Penurunan Kegiatan, Gerakan Pramuka Harus Bangkit Kembali

“Yang masyarakat minta hanya satu, HGB PT ITCI dilepaskan dari wilayah mereka. Itu saja,” ungkapnya.

Lahan yang disengketakan seluas 83,55 hektare saat ini menjadi sumber penghidupan masyarakat Desa Telemow untuk berkebun sayur, karet, sawit, dan buah-buahan.

Huda juga menegaskan bahwa PT ITCI Kartika Utama bukan entitas yang sama dengan PT ITCI yang berdiri sejak 1969.

Ia menambahkan bahwa HGB tahun 1993 dan 1994 masing-masing seharusnya berakhir pada Juni 2013 dan Juli 2014, namun perpanjangan baru dilakukan pada September 2013, melanggar aturan yang mensyaratkan perpanjangan maksimal dua tahun sebelum masa berakhir. (Din/Fch/Klausa)

Bagikan

.

.

Search
logo klausa.co

Afiliasi :

PT Klausa Media Indonesia

copyrightⓑ | 2021 klausa.co