Samarinda, Klausa.co – Pembangunan jalan akses menuju Bandara APT Pranoto kembali harus tertunda. Dua paket proyek jalan dan jembatan dari Simpang Ringroad 4 menuju bandara, yang sebelumnya sudah direncanakan dengan anggaran sebesar Rp410 miliar, ditangguhkan akibat kebijakan efisiensi anggaran tahun 2025.
Hal ini diungkapkan Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR-Pera Kaltim, Hariadi Purwatmoko, dalam rapat bersama Komisi III DPRD Kaltim, Senin (19/5/2025).
“Kami masih menunggu arahan dari RPJMB. Sementara ini proyek dipending,” ujar Hariadi di Gedung E DPRD Kaltim.
Padahal, tahapan pembebasan lahan untuk proyek tersebut melalui jalur Bayur dan Batu Besaung telah rampung. Proyek ini digadang-gadang mampu mempercepat akses ke bandara dan mengurangi kemacetan di jalur eksisting. Namun, keterbatasan fiskal memaksa pemerintah menunda pelaksanaannya hingga setidaknya 2026.
Dalam paparannya, Hariadi juga menyoroti kondisi jalan provinsi di Kaltim. Hingga akhir 2024, 82 persen dari total jalan provinsi berada dalam kondisi mantap. Pemerintah menargetkan kondisi tersebut dapat ditingkatkan menjadi 100 persen pada 2027. Namun tantangannya adalah menjaga kualitas jalan di tengah ancaman kerusakan akibat beban kendaraan dan cuaca ekstrem.
“Kalau tidak dirawat rutin, aspal bisa cepat rusak, apalagi saat musim hujan,” kata Hariadi.
Ia mencontohkan kerusakan parah di Berau yang sempat memutus jalur dan kini ditangani sementara dengan pemasangan box culvert oleh UPTD 3.
Soal pembebasan lahan, Dinas PUPR-Pera masih menjalin koordinasi dengan pemerintah kota dan kelurahan untuk proyek-proyek lanjutan. Beberapa ruas yang tengah menunggu tindak lanjut, antara lain Harun Nafsi-Palaran dan akses sekitar Big Mall. Ruas dari Jembatan Mahakam hingga Jembatan Mahulu juga disebut kini berstatus jalan provinsi dan akan mulai didorong untuk dikembangkan pada 2026.
Sementara itu, Komisi III DPRD Kaltim menyoroti minimnya anggaran untuk pemeliharaan jalan, khususnya di wilayah kerja UPTD 2 yang mencakup Samarinda, Kukar, dan Kubar. Anggota Komisi III, Subandi, menyebut dari total Rp28 miliar, Rp10 miliar di antaranya habis untuk pembelian BBM. Sisanya hanya Rp18 miliar untuk membiayai perawatan jalan di tiga wilayah.
“Kalau sudah begitu, bagaimana bisa optimal? Bahkan banyak pekerjaan masih harus diswakelola dan sewa alat berat saat darurat,” tegas Subandi.
Ia mendesak pemerintah provinsi agar memperjuangkan tambahan anggaran infrastruktur dalam APBD mendatang.
“Ini seperti pasien yang baru ditangani setelah sekarat. Kita tidak bisa terus menunggu darurat untuk bertindak,” pungkasnya. (Din/Fch/Klausa)