Samarinda, Klausa.co – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Kalimantan Timur Melawan Diam menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada, Samarinda, Selasa (10/6/2025). Mereka menyampaikan kritik keras terhadap kinerja 100 hari Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud dan Wakil Gubernur Seno Aji.
Aksi tersebut digelar di bawah guyuran hujan deras, namun semangat para demonstran tak surut. Dengan pengawalan ketat dari aparat kepolisian dan Satpol PP, para mahasiswa menyuarakan beragam tuntutan terkait persoalan krusial di Kaltim.
“Hari ini kami hadir untuk menyuarakan catatan 100 hari kepemimpinan Rudy-Seno. Tapi yang kami rasakan bukan perubahan, justru penyiksaan secara struktural,” seru salah satu orator dalam orasinya.
Mereka menyoroti sejumlah isu seperti krisis bahan bakar minyak (BBM) yang tak kunjung selesai, janji program prioritas yang dinilai hanya menjadi slogan, hingga kerusakan lingkungan akibat tata kelola ruang yang dinilai amburadul.
“Rudy-Seno diam saat rakyat kesulitan energi, diam melihat kekerasan, dan tak bersuara saat banjir dan longsor terus terjadi tiap tahun,” tambah massa aksi.
Dalam aksinya, aliansi menyampaikan empat tuntutan utama. Pertama, mendesak realisasi delapan program prioritas Rudy-Seno serta evaluasi secara transparan atas program yang berjalan. Kedua, meminta tindakan tegas terhadap Pertamina Patra Niaga atas distribusi BBM yang dinilai bermasalah.
Ketiga, mereka menuntut pembenahan tata kelola ruang dan penguatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di seluruh wilayah Kaltim. Terakhir, mendesak pemberantasan premanisme dan kekerasan yang dinilai makin marak di daerah tersebut.
“KALTIM DARURAT! Jika pemimpin memilih diam, maka rakyat wajib bersuara,” tegas mahasiswa dalam pernyataan sikapnya.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim, Sri Wahyuni, turun langsung menemui massa. Ia menyatakan bahwa Pemprov telah menerima seluruh tuntutan yang disampaikan.
“Kami menghargai aspirasi ini. Tapi perlu dipahami bahwa ada pembagian kewenangan. Pemerintah tidak bisa bertindak semena-mena karena bisa berdampak secara hukum,” ujar Sri.
Menurutnya, sejumlah program seperti pendidikan dan kesehatan gratis masih dalam tahap proses, dan ditargetkan berjalan penuh pada tahun 2026. Sementara untuk masalah BBM, Pemprov sudah melayangkan surat ke BPH Migas dan SKK Migas, namun belum mendapat balasan.
Namun jawaban tersebut dinilai belum konkret oleh mahasiswa. Akmal, Humas Aliansi, menyebut pemerintah terkesan berlindung di balik alasan kewenangan dan prosedur administratif.
“Kalau bicara keberhasilan, pemerintah selalu angkat nama lembaga. Tapi saat terjadi masalah, malah lempar tanggung jawab,” ucap Akmal.
Ia menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal dan mengevaluasi respons pemerintah.
“Kalau tidak ada langkah nyata, kami akan kembali turun ke jalan,” pungkasnya. (Din/Fch/Klausa)