Samarinda, Klausa.co – Penggunaan jalan nasional untuk hauling batu bara oleh PT Kaltim Prima Coal (KPC) kembali menjadi sorotan tajam dari DPRD Kalimantan Timur (Kaltim). Sorotan itu datang dari Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Jahidin, yang menilai langkah perusahaan tersebut tidak hanya melanggar ketentuan administratif, tetapi juga merugikan masyarakat secara langsung.
Dalam keterangannya, Jahidin mengungkapkan bahwa KPC hingga saat ini belum mengantongi izin resmi dari pemerintah pusat untuk menggunakan jalur nasional di Kutai Timur. Ia menegaskan, klaim perusahaan soal telah mengantongi rekomendasi bukan berarti telah mengantongi izin final.
“Rekomendasi itu bukan izin. Itu hanya prasyarat administratif, bukan legalitas yang final. Sampai sekarang, izin dari Kementerian Keuangan belum keluar,” ujar Jahidin.
Politikus PKB itu bahkan memperkirakan, izin resmi baru akan terbit di akhir 2025, atau kemungkinan mundur hingga 2026 atau 2027. Dengan begitu, aktivitas hauling batu bara yang saat ini dilakukan KPC di jalan nasional dinilai sebagai bentuk pelanggaran aturan.
Masalahnya bukan cuma soal izin. Jahidin juga menyoroti belum adanya jalan alternatif yang dijanjikan perusahaan sebagai kompensasi atas penggunaan jalan negara. Ia menyebut, pembangunan jalan pengganti seharusnya menjadi langkah awal sebelum aktivitas hauling dilakukan.
“Kalau memang patuh pada hukum, bangun dulu jalan alternatifnya. Jangan main pakai jalan nasional seenaknya,” tegasnya.
Menurutnya, aktivitas hauling KPC di jalan nasional telah menimbulkan dampak langsung ke warga, seperti kemacetan, gangguan aktivitas harian, hingga potensi risiko keselamatan lalu lintas.
“Ini bukan cuma urusan dokumen, tapi soal kenyamanan dan hak warga. Jika belum siap, sebaiknya aktivitas itu dihentikan dulu sampai jalan penggantinya bisa difungsikan,” lanjutnya.
Komisi III DPRD Kaltim pun menyerukan agar perusahaan tambang besar seperti KPC tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi juga menunjukkan komitmen terhadap penegakan hukum dan tanggung jawab sosial.
“Prioritas utama harus tetap pada kepentingan masyarakat,” tutup Jahidin. (Din/Fch/ADV/DPRD Kaltim)


















