Kukar, Klausa.co – Dugaan praktik politik uang kembali mencoreng pesta demokrasi di Kutai Kartanegara (Kukar). Tim pemenangan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati, Dendi Suryadi dan Alif Turiadi (Dendi-Alif), melaporkan dugaan pelanggaran serius yang terjadi di TPS 7, RT 3, Desa Loa Janan Ulu, Kecamatan Loa Janan. Melalui Liaison Officer (LO) mereka, Ramadan, tim ini mengungkap adanya praktik politik uang yang disebut-sebut melibatkan Ketua RT dan anggota KPPS.
Hari pemungutan suara yang seharusnya menjadi ajang penentuan pilihan secara jujur, diduga ternodai oleh praktik kotor. Sejumlah warga dikabarkan diundang ke rumah Ketua RT setempat. Di sana, mereka diberikan amplop berisi uang Rp 200 ribu dengan pesan tersirat: coblos pasangan calon nomor urut 01.
Tidak berhenti di situ, pemberian amplop ini, menurut saksi mata, dilakukan dengan terang-terangan oleh anggota KPPS. Mereka juga diduga mengarahkan warga agar memilih calon tertentu. Ramadan menyebut praktik ini sebagai upaya sistematis untuk memanipulasi suara, merusak esensi demokrasi yang seharusnya menjunjung tinggi integritas.
Tak ingin hanya berbicara tanpa dasar, Tim Dendi-Alif mengaku memiliki bukti kuat berupa rekaman video. Video itu memperlihatkan bagaimana uang diberikan kepada warga, lengkap dengan arahan dari pihak yang diduga anggota KPPS dan Ketua RT.
“Rekaman ini memperjelas dugaan bahwa ada unsur kesengajaan untuk memengaruhi hasil Pilkada,” ujar Ramadan tegas, pada Selasa (26/11/2024).
Lebih dari sekadar politik uang, dugaan pelanggaran lainnya juga mencuat. Ada laporan yang menyebutkan upaya pembukaan kotak suara di TPS 7 tanpa pengawasan resmi. Langkah ini semakin menambah keresahan akan potensi manipulasi dalam proses penghitungan suara.
Menanggapi temuan ini, Ramadan menekankan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam. Jika dugaan ini tidak segera ditindaklanjuti, Tim Dendi-Alif berencana melaporkan kejadian tersebut kepada pihak kepolisian. Mereka juga meminta agar Bawaslu dan pengawas independen turun tangan.
“Kami butuh pengawasan ketat. Jika dibiarkan, praktik ini akan menjadi preseden buruk bagi demokrasi kita,” kata Ramadan.
Menurutnya, keterlibatan media dan pemantau pemilu yang kredibel sangat diperlukan untuk menjaga transparansi.
Praktik politik uang, seperti yang dituduhkan di TPS 7, disebut sebagai ancaman serius terhadap kualitas Pilkada. Dalam pernyataan resminya, Tim Dendi-Alif mendesak Bawaslu untuk segera bertindak tegas.
“Kami percaya bahwa Pilkada yang jujur dan adil adalah fondasi demokrasi. Jangan biarkan praktik-praktik semacam ini merusak kepercayaan publik,” ujar mereka.
Tim ini juga berjanji akan terus memantau dan menindaklanjuti setiap dugaan pelanggaran yang muncul. Langkah ini, menurut mereka, adalah bagian dari komitmen untuk memastikan Pilkada berjalan dengan integritas tinggi. (Nur/Fch/ADV/Dispora Kaltim)