Samarinda, Klausa.co – Kalimantan Timur (Kaltim) kembali dipercaya menjadi tuan rumah ajang budaya tingkat regional. Dialog Serantau Borneo-Kalimantan (DSBK) XVI resmi digelar di Hotel Harris Samarinda pada Senin (9/5/2025). Acara ini dinilai menjadi langkah strategis untuk memperkuat posisi sastra Melayu dalam peta kebudayaan Asia Tenggara.
Ketua Dewan Kesenian Provinsi (DKP) Kaltim, Syafril Teha Noer, menyebut DSBK XVI mengusung tema “Nusantara dan Penguatan Sastra Melayu: Merawat Estetika dan Didaktika” sebagai respons terhadap tantangan pelestarian nilai-nilai budaya di tengah arus modernisasi.
“Forum ini bukan hanya ajang pertemuan sastrawan tiga negara—Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam—tapi juga sarana mengukuhkan identitas Melayu dalam ranah kebudayaan global,” ujarnya.
Sebagai inisiator forum, pria yang akrab disapa STN itu menegaskan DSBK XVI diharapkan menjadi titik balik kebangkitan sastra Melayu sebagai kekuatan estetis dan edukatif. Ia menekankan bahwa sastra bukan semata seni, tetapi juga media pembentuk karakter dan nalar generasi bangsa.
DSBK XVI diikuti oleh sekitar 200 peserta dari berbagai wilayah, termasuk delegasi dari Kuala Lumpur, Sarawak, Sabah, Brunei Darussalam, Sumatera Utara, Yogyakarta, dan Sulawesi Tengah. Rangkaian kegiatan meliputi dialog sastra, muhibah budaya ke Tenggarong, wisata susur Sungai Mahakam, pameran buku, serta parade karya sastra.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kaltim menjadi pelaksana resmi kegiatan ini, dengan dukungan penuh dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Koordinasi pendanaan telah dilakukan sejak 2023 bersama Sekretaris Daerah Provinsi, Sri Wahyuni.
“Komunikasi dengan Pemprov sudah kami bangun sejak lama. Ini menunjukkan pemerintah daerah memandang kebudayaan sebagai investasi jangka panjang,” terang Syafril.
Bumi Etam sebelumnya pernah menjadi tuan rumah DSBK X pada 2011. Forum ini sendiri merupakan bagian dari rangkaian Dialog Budaya yang digagas GAPENA Malaysia sejak 1987, yang mempertemukan budayawan serumpun dalam upaya memperkuat jalinan kebudayaan Melayu.
Tantangan ke depan, menurutnya, adalah membangun ekosistem literasi yang sehat dan menyiapkan regenerasi pelaku seni. Ia berharap forum ini mampu mendorong kebijakan konkret, termasuk penguatan jaringan kerja sama sastra, pertukaran penulis muda, dan pembentukan lembaga riset budaya antarnegara.
“Kalau memungkinkan, forum ini juga bisa mendorong pemisahan kelembagaan Dinas Kebudayaan dari Dinas Pendidikan agar fokus kerja lebih tajam,” ungkapnya.
Terpisah, anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Sarkowi V Zahry, turut mendukung pelaksanaan DSBK sebagai ajang promosi budaya dan pariwisata daerah. Ia juga menyoroti keberadaan Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Kalimantan yang baru saja mendapat SK dari Kemendikbud sebagai peluang memperkuat posisi Kaltim sebagai pusat kebudayaan regional.
“Kegiatan seperti ini punya nilai strategis, tidak hanya mempererat hubungan antarnegara serumpun, tapi juga menghidupkan kembali narasi Melayu sebagai bagian penting dari identitas Asia Tenggara,” tutup Sarkowi. (Din/Fch/Klausa)