Klausa.co

DPRD Kaltim Dorong Damai, Petani Tuding MHU Rampas Lahan Tanpa Ganti Rugi

Rapat Dengar Pendapat yang digelar Komisi I DPRD Kaltim, Antara Petani dan PT MHU ( Foto : Din/Klausa )

Bagikan

Samarinda, Klausa.co – Upaya mencari jalan tengah atas konflik lahan antara petani Jongkang Dalam dan perusahaan tambang PT Multi Harapan Utama (MHU) kembali digelar. Bertempat di Ruang Rapat Gedung E DPRD Kaltim, Komisi I DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Senin (26/5/2025) siang. Namun alih-alih membawa kelegaan, forum tersebut justru menambah catatan kekecewaan kelompok tani.

RDP dipimpin Wakil Ketua Komisi I, Agus Suwandy, dan dihadiri sejumlah pihak terkait. Di antaranya perwakilan Polres Kutai Kartanegara (Kukar), Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kukar, manajemen PT MHU, serta perwakilan kelompok tani Rantau Mahakam. Selain membahas konflik lahan, rapat juga menyoroti penahanan seorang petani bernama Mustapa, yang sebelumnya dilaporkan membawa senjata tajam saat menolak aktivitas tambang di area garapan mereka.

Baca Juga:  Reza Fachlevi: Pola Hidup Sehat, Kunci Kesejahteraan di Era Modern

“Kami mendorong penyelesaian yang damai dan manusiawi. PT MHU harus mengedepankan pendekatan kemanusiaan, bukan hanya aspek legal formal,” ujar Agus.

Ia menyebut, pemberian tali asih atau uang kerahiman bagi petani bisa menjadi solusi tengah. Dalam pernyataannya, Agus juga meminta agar PT MHU mempertimbangkan pencabutan laporan terhadap Mustapa. Namun, hal itu hanya dapat dilakukan jika Mustapa dan pihak kelompok tani bersedia menandatangani surat pernyataan berisi komitmen tidak mengulangi aksi penghalangan tambang, menghentikan tuntutan ganti rugi setelah menerima kerahiman, dan tidak lagi beraktivitas di lahan konsesi perusahaan.

Pihak perusahaan, melalui Kuasa Direksi Al-Hikmi, mengklaim bahwa 95 persen lahan telah dibebaskan. Ia menegaskan tindakan Mustapa dianggap membahayakan pekerja tambang.

Baca Juga:  Siapa Pj Gubernur Kaltim? DPRD Kaltim Bocorkan Ada Nama Baru

“Pak Mustapa membawa sajam di lokasi kerja, itu mengancam keamanan. Kami laporkan, dan pihak kepolisian menindaklanjuti,” kata Al-Hikmi.

Pernyataan itu diperkuat oleh Kanit 2 Sat Intelkam Polres Kukar, Bripda Redika Silalahi. Ia menjelaskan bahwa laporan terhadap Mustapa diajukan pada 13 April 2025 dan diproses berdasarkan Pasal 162 UU Minerba serta Pasal 35 KUHP. Penahanan dilakukan dua hari kemudian setelah pemeriksaan saksi dan barang bukti.

“Saat ini kasusnya masih dalam penyidikan. Proses hukum tetap berjalan kecuali ada kesepakatan damai,” ujar Redika.

Namun, alur solusi yang ditawarkan DPRD dan perusahaan dinilai tak berpihak pada petani. Akmal, perwakilan kelompok tani, menyampaikan kekecewaannya. Ia menyebut bahwa petani seperti dipaksa menerima kerugian tanpa kepastian ganti rugi tanam tumbuh yang telah mereka rawat sejak 2008.

Baca Juga:  PON XXI, Kaltim Kirimkan 1.155 Pejuang untuk Cetak Sejarah di Aceh dan Sumut

“Kami bukan pendatang. Kami menanam ribuan pohon durian sejak belasan tahun lalu di lahan itu. Tidak ada plang atau pemberitahuan bahwa itu wilayah konsesi,” ungkap Akmal, kecewa.

Ia menuding perusahaan telah menggusur kebun seluas 10 hektare tanpa kompensasi.

“Kalau begini caranya, kami merasa bukan sedang diajak berdamai, tapi disuruh mengalah total,” pungkasnya. (Din/Fch/Klausa)

Bagikan

.

.

Search
logo klausa.co

Afiliasi :

PT Klausa Media Indonesia

copyrightⓑ | 2021 klausa.co