Samarinda, Klausa.co – Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda sudah menerapkan sistem kartu kendali untuk memastikan distribusi gas LPG 3 kilogram (kg) tepat sasaran. Namun, di lapangan, aturan ini belum berjalan efektif.
Faktanya, gas bersubsidi itu masih beredar bebas di tingkat pengecer dengan harga yang melambung. Warga kurang mampu pun semakin kesulitan mendapatkan gas melon dengan harga yang seharusnya.
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM (Disperindagkop) Samarinda, Nurrahmi, mengakui bahwa pengecer memang mendapat jatah 10 persen dari total kuota LPG 3 kg. Masalahnya, tanpa aturan harga yang jelas, harga di pasaran malah naik tak terkendali.
“Eceran ini muncul karena 10 persen dari pangkalan boleh dijual bebas. Itu yang akhirnya dijual ke pengecer dan harganya tidak terkontrol,” ujar Nurrahmi, Jumat (21/2/2025).
Menurut Nurrahmi, kartu kendali hanya mengatur distribusi di pangkalan agar subsidi tepat sasaran. Sementara harga di pengecer dibiarkan tanpa regulasi. Alhasil, harga gas melon tetap liar di pasaran.
“Kartu kendali hanya memastikan penerima subsidi bisa beli gas di pangkalan resmi dengan harga HET. Tapi soal harga di pengecer, itu beda lagi,” tambahnya.
Masalah lainnya, kartu kendali ini juga belum diterapkan merata di semua pangkalan. Jika ada pangkalan yang belum menggunakan sistem ini, besar kemungkinan di wilayah tersebut tidak ada warga yang memenuhi syarat sebagai penerima subsidi.
Sebagai solusi, Pemkot Samarinda berencana memperluas cakupan kartu kendali dengan memasukkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Harapannya, mereka bisa mendapatkan gas bersubsidi tanpa harus bergantung pada pengecer.
“Jika UMKM bisa masuk sistem ini, maka seluruh pangkalan di Samarinda bisa menerapkan kartu kendali. Saat ini kami masih verifikasi data bersama Dinas Koperasi,” jelas Nurrahmi.
Di sisi lain, masih banyak warga mampu yang menggunakan gas melon bukan karena faktor harga, tetapi karena kemudahan akses. Nurrahmi menilai, pemerintah perlu menyediakan opsi LPG nonsubsidi yang lebih praktis agar mereka bisa beralih.
“Banyak masyarakat mampu pakai gas melon bukan karena murah, tapi karena mudah didapat. Kalau ada opsi nonsubsidi yang lebih praktis, mereka bisa beralih dan subsidi bisa tepat sasaran,” katanya.
Nurrahmi menegaskan, regulasi harga gas di tingkat pengecer harus segera diterbitkan agar masyarakat tidak terus dirugikan akibat harga yang liar di pasaran.
“Kalau pengecer tetap diperbolehkan menjual, harus ada harga yang ditetapkan agar masyarakat tidak dirugikan. Kami terus koordinasi dengan Pertamina untuk mencari solusi terbaik,” pungkasnya. (Yah/Fch/Klausa)