Klausa.co

Sri Murlianti Soroti Elitisme GratisPol: Anak Pedalaman Terabaikan

Sosiolog, Sri Murlianti. ( Foto : Din/Klausa )

Bagikan

Samarinda, Klausa.co – Program bantuan pendidikan GratisPol yang digadang-gadang Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) sebagai solusi pendidikan ternyata masih jauh dari harapan. Alih-alih merangkul anak-anak pedalaman, program ini dinilai sekadar mengulang pola lama. Terlalu elitis dan abai pada akar ketimpangan pendidikan.

Sosiolog Sri Murlianti, dalam diskusi publik bertajuk Arah Program GratisPol dan Masa Depan Pendidikan Kaltim di Teras Samarinda, Senin (30/6/2025), tak ragu menyebut program ini gagal menjawab kebutuhan mendasar. “GratisPol tak ubahnya beasiswa biasa. Semangat awal untuk menghapus hambatan biaya dan birokrasi bagi anak-anak miskin kini menguap,” ujarnya kepada Klausa.co usai acara.

Menurut Murlianti, beasiswa berbasis prestasi seperti GratisPol bukanlah hal baru. Beragam bantuan serupa dari pemerintah daerah, pusat, hingga perusahaan swasta sudah ada. Namun, ironisnya, mereka yang paling membutuhkan, yakni anak-anak dari keluarga tertinggal di pedalaman, justru terpinggirkan.

Baca Juga:  KPU Kaltim Siapkan Debat Perdana pada 23 Oktober, Adu Gagasan Pilgub Dimulai

“Mereka bukan tidak cerdas, tapi tak pernah diberi ruang untuk berkembang. Fondasi pendidikan dasar mereka rapuh karena akses yang timpang,” tegasnya.

Ia mencontohkan Desa Enggelam di Kutai Kartanegara (Kukar) Di sana anak-anak harus menempuh jarak jauh hanya untuk sekolah dasar. Pada jenjang SMP, sekolah hanya tersedia di tingkat kecamatan, dan hanya segelintir orang tua yang mampu membiayai anak mereka hingga ke sana.

“Bicara generasi emas Kaltim, kita harus sadar: 80 persen anak pedalaman bahkan tak sampai ke SMA, apalagi kuliah. Yang dibantu selama ini cuma 20 persen yang sudah lolos dari jerat ketimpangan,” ungkap Murlianti.

UKT Bukan Solusi, Biaya Hidup Jadi Beban UtamaProgram GratisPol yang fokus menanggung Uang Kuliah Tunggal (UKT) juga dianggap tak menyentuh akar masalah. Murlianti menjelaskan, UKT hanya menyumbang sekitar seperlima dari total biaya pendidikan tinggi.

Baca Juga:  DPRD Kaltim Dorong Pelayanan Haji yang Ramah Lansia di Embarkasi Balikpapan

Beban utama justru ada pada biaya hidup. Mulai transportasi, tempat tinggal, dan kebutuhan sehari-hari.

“Kalau cuma UKT yang ditanggung, keberpihakan kita tak nyata. Lebih baik biayai kos dan makan mereka,” sindirnya.

Lebih jauh, ia mengkritik kebijakan yang tak peka pada status sosial. Akibatnya, anak-anak dari keluarga mampu masih bisa menikmati subsidi, sementara mereka yang benar-benar membutuhkan tetap terjebak dalam lingkaran kemiskinan pendidikan.

“Program ini rawan jadi elitis. Anak elite desa yang sudah mampu terus disokong, sementara anak-anak lain tertinggal,” katanya.

Murlianti menawarkan solusi sederhana namun tajam: kebijakan afirmatif yang menyasar kelompok paling tertinggal, bukan hanya mereka yang berprestasi.

“Cukup pastikan anak-anak yang tadinya tak mampu kuliah jadi bisa kuliah. Itu saja sudah besar artinya,” tegasnya. (Din/Fch/Klausa)

Baca Juga:  Pemprov Kaltim Genjot Pemeliharaan Stadion Palaran, Siap Mendukung IKN Lewat Infrastruktur Olahraga

Bagikan

.

.

Search
logo klausa.co

Afiliasi :

PT Klausa Media Indonesia

copyrightⓑ | 2021 klausa.co