Kutim, Klausa.co – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) terus mengakselerasi komitmennya terhadap isu pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji, menegaskan pentingnya sinergi lintas sektor sebagai kunci menciptakan ruang yang aman dan ramah bagi kelompok rentan tersebut.
Hal ini disampaikannya saat membuka Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) PPPA Kaltim 2025, yang digelar di Pendopo Rumah Jabatan Bupati Kutai Timur (Kutim), Minggu malam (25/5/2025). Rakorda yang berlangsung selama tiga hari itu mengusung tema “Membangun Sinergitas dan Kolaborasi untuk Mewujudkan Lingkungan yang Ramah Perempuan dan Peduli Anak melalui Ruang Bersama Indonesia (RBI).”
Menurut Seno, perempuan dan anak tidak bisa dipisahkan dari agenda pembangunan. Namun, untuk menjawab kompleksitas persoalan yang dihadapi kelompok ini, dibutuhkan pendekatan kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, sektor usaha, dan media.
“Ruang Bersama Indonesia bukan sekadar forum diskusi. Ia harus menjadi gerakan nyata yang menjangkau desa dan kota, dan menjadi simpul kekuatan bersama dalam menciptakan lingkungan yang setara dan aman,” ujar Seno.
Pemprov Kaltim, lanjutnya, mendukung penuh implementasi RBI di kabupaten/kota, termasuk penguatan program D/KRPPA (Desa/Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak). Kebijakan ini menyasar lini terdepan pembangunan agar pelibatan perempuan dan anak tidak bersifat simbolis, melainkan substansial.
Sejauh ini, Kaltim mencatatkan capaian positif. Sebanyak sembilan dari sepuluh kabupaten/kota telah meraih predikat Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA). Balikpapan, Samarinda, Bontang, Kutai Kartanegara, Kutai Timur, Penajam Paser Utara, Berau, Kutai Barat, dan Paser masuk dalam daftar tersebut.
Namun masih ada pekerjaan rumah yang belum selesai. Kabupaten Mahakam Ulu masih berada di luar lingkaran KLA.
“Ini bukan semata persoalan capaian administratif. Lebih jauh, ini soal bagaimana kita menghadirkan pengasuhan yang sehat, jaminan kesejahteraan keluarga, dan sistem perlindungan anak yang konkret,” ucap Seno.
Ia menegaskan, konsep pembangunan yang menyertakan perempuan dan anak harus bersifat holistik, integratif, dan mengakar pada kearifan lokal.
“Mereka bukan objek pembangunan. Mereka adalah subjek aktif yang harus dilibatkan sejak perencanaan hingga evaluasi,” pungkasnya. (Din/Fch/ADV/Diskominfo Kaltim)