Kukar, Klausa.co – Udara terasa berat saat jenazah Awang Faroek Ishak, mantan Gubernur Kalimantan Timur, dikebumikan di tanah kelahirannya. Senin (23/12/2024) menjadi saksi kepergian seorang pemimpin yang mendedikasikan hidupnya untuk membangun daerahnya.
Di Pemakaman Muslimin, Kelurahan Sukarame, Tenggarong, Kutai Kartanegara (Kukar), almarhum dimakamkan di samping makam putranya, Awang Ferdian Hidayat. Para pelayat berdiri diam, tenggelam dalam suasana haru. Mereka datang dari berbagai penjuru, mulai kerabat, sahabat, hingga pejabat. Mantan Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi, Sultan Aji Muhammad Arifin, dan Sekda Kukar Sunggono terlihat di barisan depan, mendoakan kepergian sosok yang dikenal sebagai bapak pembangunan Kaltim.
“Papah selalu bilang, perjuangan tidak pernah berhenti,” ujar Dayang Donna Walfiares Tania, putri sulung almarhum, seusai prosesi pemakaman.
Kalimat itu, katanya, adalah pesan yang terus terngiang, bahkan hingga detik-detik terakhir sang ayah. Donna tak kuasa menahan air mata ketika mengenang momen terakhir bersama ayahnya di Balikpapan.
“Mungkin Papah ingin pulang dengan caranya sendiri,” tambahnya, mencoba memaknai keputusan ayahnya untuk dirawat di kota itu.
Namun, perjalanan membawa jenazah Awang Faroek menuju Tenggarong bukan perjalanan biasa. Jalan Tol Balikpapan-Samarinda yang dilalui menjadi simbol dedikasi almarhum.
“Tol itu adalah salah satu warisan terbesar Papah untuk Kaltim,” kata Donna.
Jalan tol itu tidak sekadar infrastruktur, tapi juga cerminan visi besar Awang Faroek untuk menghubungkan wilayah, menghapus sekat antar daerah, dan mempercepat pembangunan.
Awang Faroek dikenal bukan hanya dari jalan tol. Namanya juga melekat pada Jembatan Mahakam Kembar, dua mahakarya yang menjadi tonggak penting bagi infrastruktur Kaltim. Tapi bagi Awang, warisan terbesar adalah nilai-nilai yang ia tanamkan.
“Dekati masyarakat dengan hati, bukan harta,” pesan itu, menurut Donna, adalah prinsip hidup sang ayah.
Sosok Awang Faroek tak hanya dikenang oleh anak-anaknya. Cucu almarhum, Awang Farrel Muhammad, juga membawa ingatan tentang figur kakeknya yang tegas namun penuh cinta.
“Datok selalu membimbing kami untuk menjadi pribadi yang lebih baik,” ujar Farrel.
Kepergian Awang Faroek meninggalkan duka mendalam. Namun, warisannya tetap hidup. Bukan hanya pada jalan tol dan jembatan, tetapi juga pada nilai-nilai yang ia tinggalkan—visi besar, kerja keras, dan cinta untuk daerahnya. (Yah/Fch/Klausa)