Klausa.co

Johnny G Plate Terancam 15 Tahun Penjara

Jhonny G. Plate usai diperiksa Kejagung (Foto: Istimewa)

Bagikan

Jakarta, Klausa.co – Mantan Menteri Kominfo Johnny G Plate harus menghadapi kenyataan pahit. Dia dituntut hukuman kurungan 15 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (25/10/2023).

Johnny didakwa sebagai otak di balik kasus korupsi BTS 4G yang merugikan negara triliunan rupiah. Dia juga diwajibkan membayar denda dan uang pengganti miliaran rupiah.

Bagaimana kisah Johnny dari puncak ke jurang? Bagaimana reaksi para terdakwa lainnya? Dan apa dampak kasus ini bagi pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia?

Dari Menteri Jadi Tersangka

Johnny G Plate adalah sosok yang dikenal sebagai pejuang digitalisasi di Indonesia. Dia pernah menjabat sebagai Menteri Kominfo pada periode 2019-2022. Di bawah kepemimpinannya, dia menginisiasi berbagai program untuk mempercepat pembangunan infrastruktur telekomunikasi di seluruh Indonesia, termasuk penyediaan base transceiver station (BTS) 4G.

Namun, di balik prestasinya, Johnny ternyata menyimpan aib besar. Dia diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan BTS 4G dan infrastruktur pendukungnya yang dibiayai oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kemenkominfo tahun 2020-2022.

Menurut surat dakwaan JPU, Johnny bersama-sama dengan mantan Dirut BAKTI Anang Achmad Latif dan Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia (Hudev UI) Yohan Suryanto menyalahgunakan wewenangnya untuk mengatur proses tender proyek tersebut.

Baca Juga:  Dokumen Palsu Izin Pertambangan PT Sendawar Jaya, Diduga Dilegalisir Mantan Kadis ESDM Kaltim

Akibatnya, negara dirugikan sebesar Rp 8.030.304.161.045,00. Sementara itu, Johnny sendiri menerima uang sebesar Rp 17.848.308.000,00 dari para pemenang tender sebagai fee atau suap.

Sidang Tuntutan

Sidang tuntutan Johnny G Plate digelar bersamaan dengan dua terdakwa lainnya, yakni Anang Achmad Latif dan Yohan Suryanto. Ketiganya tampak lesu saat mendengar tuntutan JPU.

“Majelis hakim Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menjatuhkan pidana pokok terhadap terdakwa Johnny Gerard Plate dengan pidana penjara selama 15 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan,” kata JPU Kejaksaan Agung Sunarwan.

JPU menilai Johnny secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan kesatu primer Pasal 2 Ayat 1 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Selain itu, Johnny Plate juga dihukum membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider satu tahun kurungan.

“Membebankan terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 17,8 miliar subsider tujuh tahun enam bulan (penjara),” kata JPU melanjutkan.

Sementara itu, Anang Achmad Latif dituntut hukuman penjara selama 12 tahun dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Dia juga harus membayar uang pengganti Rp 5 miliar subsider lima tahun penjara.

Baca Juga:  Rugikan Negara Rp 25 Miliar, Dua Mantan Direktur Perusda Kaltim Ditahan Kejati

Yohan Suryanto dituntut hukuman penjara selama lima tahun dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan. Dia juga harus membayar uang pengganti Rp 453.608.400,00 subsider dua tahun penjara.

Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri mengatakan sidang dilanjutkan pada Rabu, 1 November 2023 pukul 09.00 WIB.

“Terdakwa diberikan hak untuk membela diri atau mengajukan pledoi,” ujarnya.

Dampak Kasus

Kasus korupsi BTS 4G ini menimbulkan dampak negatif bagi pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia. Proyek yang seharusnya memberikan akses internet cepat dan murah bagi masyarakat, khususnya di daerah terpencil, justru menjadi ajang korupsi para pejabat.

Pada surat dakwaan disebutkan sejumlah pihak mendapat keuntungan dari proyek pembangunan tersebut, yaitu Johnny G Plate menerima uang sebesar Rp 17.848.308.000,00; Anang Achmad Latif menerima uang Rp 5 miliar; dan Yohan Suryanto menerima Rp 453.608.400,00.

Selanjutnya, Irwan Hermawan selaku Komisaris PT Solitechmedia Sinergy menerima Rp 119 miliar; Windi Purnama menerima Rp 500 juta; Muhammad Yusrizki menerima Rp 50 miliar dan 2,5 juta dolar AS.

Lalu, Konsorsium FiberHome PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk paket 1 dan 2 menerima Rp 2.940.870.824.490,00; Konsorsium Lintasarta Huawei SEI untuk Paket 3 menerima Rp 1.584.914.620.955,00; dan Konsorsium IBS dan ZTE paket 4 dan 5 mendapat Rp 3.504.518.715.600,00.

Akibat kasus ini, proyek pembangunan BTS 4G terhambat dan tidak sesuai dengan target yang ditetapkan. Hal ini berdampak pada kualitas layanan internet di Indonesia yang masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain.

Baca Juga:  Mantan Sekda Kutim Ditetapkan Tersangka Korupsi Pengadaan Genset

Menurut data Speedtest Global Index per September 2023, Indonesia berada di peringkat ke-122 dari 139 negara dalam hal kecepatan internet seluler dengan rata-rata 15,67 Mbps. Sementara itu, untuk kecepatan internet tetap atau broadband, Indonesia berada di peringkat ke-108 dari 179 negara dengan rata-rata 20,13 Mbps.

Kasus korupsi BTS 4G ini juga menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana BAKTI Kemenkominfo yang bersumber dari dana abadi hasil pengelolaan sumber daya alam migas dan mineral.

Dana BAKTI ditujukan untuk membiayai program-program yang berkaitan dengan aksesibilitas telekomunikasi dan informasi bagi masyarakat, khususnya di daerah terpencil, terluar, dan tertinggal (3T).

Namun, dalam praktiknya, dana BAKTI sering disalahgunakan oleh para pejabat untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Oleh karena itu, kasus korupsi BTS 4G ini harus menjadi momentum bagi pemerintah dan masyarakat untuk melakukan reformasi sistem pengelolaan dana BAKTI agar lebih transparan dan akuntabel.

Selain itu, pemerintah juga harus meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap para pelaku korupsi di sektor telekomunikasi agar tidak merugikan kepentingan publik. (Mar/Bob/Klausa)

Bagikan

.

.

Search
logo klausa.co

Afiliasi :

PT Klausa Media Indonesia

copyrightâ“‘ | 2021 klausa.co