Samarinda, Klausa.co – Program Beasiswa Kalimantan Timur (BKT) Tuntas tahun 2023, kategori khusus bagi anak korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) masih menjadi perhatian legislator Karang Paci (julukan anggota DPRD Kaltim) hingga saat ini. Pasalnya, fenomena KDRT di usia pelajar cukup tinggi, sekitar 40 persen.
Hal tersebut disampaikan Anggota DPRD Kaltim Salehuddin usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama pihak terkait dengan pembahasan pengelolaan program BKT Tuntas, Tahun Anggaran 2023.
“Kalau bicara soal data, ternyata 40 persen KDRT terjadi pada usia pelajar. Tetapi jika bicara program BKT kategori KDRT itu memang minim peminat,” ujar Salehuddin, di Gedung E Komplek DPRD Kaltim, jalan Teuku Umar, Kota Samarinda.
Rupanya, minim peminat ini karena tidak maksimalnya sosialisasi terhadap program BKT khusus kategori KDRT di masyarakat. Seharusnya, pihak sekolah bisa membantu untuk menyosialisasikan program tersebut agar peminatnya membludak.
Selain alasan kurangnya sosialisasi, minim peminat ini karena masyarakat di Kaltim erat kaitannya dengan budaya malu. Itu artinya, banyak anak-anak malu datang dari keluarga broken home, jika mereka menjadi korban KDRT.
Seharusnya permasalahan ini bisa segera diluruskan, mengingat program BKT ini kepentingannya untuk masa depan anak. Politikus Golkar ini meminta agar badan pengelola BKT serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim bisa fokus terhadap permasalahan itu.
“Kami tekankan lagi pada badan pengelola agar persoalan ini menjadi konsen mereka, sekaligus melakukan komunikasi dengan DKP3A. Sebab, korban KDRT punya hak atas beasiswa ini. Mereka tidak harus malu dengan stereotipe sebagai korban KDRT,” jelasnya.
Sebenarnya, data korban KDRT ini tidak hanya bisa didapatkan dari dinas yang bersangkutan. Tetapi lanjut Salehuddin, bisa juga didapatkan dari data kepolisian. Maka, BP BKT juga berharap terjalinnya sinergitas serta proses koordinasi dengan pihak sekolah, dinas, kepolisian dan lainnya,
“Mereka ingin bersinergi membantu para pelajar di Bumi Etam yang menjadi korban KDRT agar mendapatkan haknya tanpa harus dipublikasi. Karena kalau dipublikasi, dikhawatirkan akan ada oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang melakukan segala cara untuk mendapatkan beasiswa khusus ini,” paparnya.
Ia juga menuturkan, identitas korban KDRT tidak seharusnya disebarkan karena akan berpengaruh pada psikologis. Bahkan, itu juga berdampak pada pola pikir dan karakter anak.
“Intinya, BKT kategori bagi anak korban KDRT ini tetap menjadi konsen dan perhatian khusus kita semua, baik eksekutif maupun legislatif,” tegasnya. (Apr/Fch/Adv/DPRD Kaltim)