Samarinda, Klausa.co – Konflik agraria di Desa Telemow, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), kembali memanas. Di tengah proses peradilan atas tuduhan pengancaman dan penyerobotan lahan yang menjerat empat warga, PT International Timber Corporation in Indonesia Kartika Utama (ITCI-KU) justru kembali melakukan penggusuran terhadap lahan yang diklaim milik warga.
Fakta ini diungkap dalam konferensi pers oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan LBH Samarinda pada Jumat (16/5/2025). Disebutkan, penggusuran dilakukan pada 7 Mei, bersamaan dengan jadwal persidangan empat warga yang saat ini ditahan, yakni Hasanuddin, Rudiansyah, Syahdin, dan Saparudin. Aksi serupa kembali terjadi pada 13 Mei, berdampak pada setidaknya sepuluh kepala keluarga.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Kalimantan Timur (WALHI Kaltim) mengecam langkah PT ITCI-KU.
“Ini bukan sekadar penggusuran, tapi strategi untuk melemahkan posisi warga dalam proses hukum. Dugaan kami, mereka sengaja memancing konflik,” ujar Yudi, perwakilan WALHI.
Konflik lahan ini sudah berlangsung sejak 2017. Warga menyebut memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) dan surat segel sejak dua dekade lalu. Namun belakangan, PT ITCI-KU mendapatkan Hak Guna Bangunan (HGB) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), yang memicu tumpang tindih kepemilikan.
“Lahan yang digusur itu bukan kosong. Di sana ada rumah, kebun karet, sawit, hingga tanaman pangan. Sumber hidup warga dihancurkan begitu saja,” kata Yudi.
LBH Samarinda menyebut penggusuran saat proses peradilan berjalan sebagai tindakan tidak etis dan patut dicurigai sebagai upaya kriminalisasi lanjutan.
“Kami menilai ini bagian dari strategi tekanan. Apalagi sidang berlangsung dalam suasana penuh intimidasi,” tegas Fathul Huda, pengacara publik LBH Samarinda.
Ia menyebut hakim dan jaksa tidak memberikan ruang cukup bagi pembelaan warga. Menurutnya, waktu persidangan dibatasi secara tidak wajar.
“Seolah ingin cepat selesai. Padahal perpanjangan waktu tidak otomatis membuat terdakwa bebas demi hukum,” ujarnya.
Fathul juga menyinggung konflik kepentingan yang mungkin melatarbelakangi penerbitan HGB. Lahan seluas 83,55 hektare yang disengketakan itu disebut akan dibangun untuk kawasan industri dan pelabuhan dalam lingkup pengembangan Ibu Kota Nusantara (IKN). PT ITCI-KU sendiri disebut terafiliasi dengan keluarga Presiden Prabowo Subianto, melalui kepemilikan adiknya, Hashim Djojohadikusumo.
“Jika pemerintah serius ingin menyelesaikan konflik agraria, ini mestinya jadi prioritas. Evaluasi dulu HGB-nya sebelum bicara langkah hukum,” tegas Fathul.
Sementara itu, dari dalam tahanan, Hasanuddin menyuarakan kepiluan.
“Rumah kami dirobohkan, sawah habis. Kami tak tahu lagi harus menafkahi keluarga dari mana,” ujarnya.
Warga lain, Rudiansyah, mengaku mendapat tekanan secara halus.
“Mereka datang malam-malam ke rumah, bujuk kami tandatangan surat persetujuan. Katanya nanti bisa jadi karyawan. Tapi kami takut, belum ada putusan pengadilan,” ungkapnya.
LBH Samarinda mendesak warga agar tidak terpancing provokasi dan segera mencatat semua kerugian untuk dasar tuntutan jika HGB dinyatakan cacat hukum. Komisi Yudisial dan Komisi Kejaksaan pun diminta turun tangan memantau jalannya persidangan.
Di tengah ketidakpastian, harapan warga Telemow HGB yang diterbitkan di atas tanah mereka dicabut.
“Biar kami bisa hidup lagi,” tutup mereka. (Din/Fch/Klausa)