Samarinda, Klausa.co – Sejumlah pemilik usaha di kawasan Citra Niaga, Samarinda, melayangkan protes keras terhadap kebijakan baru yang diterapkan Dinas Perhubungan (Dishub) Samarinda. Kebijakan ini mewajibkan mereka untuk membayar retribusi parkir berlangganan, selain pengunjung pertokoan. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Samarinda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Hotmarulitua Manalu, Kepala Dishub Samarinda, menjelaskan, kebijakan tersebut diberlakukan dengan alasan sederhana. Ruang jalan di depan toko merupakan milik pemerintah. Karena itu, pemilik usaha yang memanfaatkan ruang tersebut untuk parkir diwajibkan membayar retribusi.
“Kami sudah berkoordinasi dengan para pemilik toko mengenai hal ini. Ruang jalan adalah milik pemerintah, maka penggunaannya harus diatur sesuai peraturan,” ujar Manalu kepada wartawan.
Namun, dalam penerapannya, kebijakan ini memicu kontroversi. Para pemilik usaha menilai aturan tersebut memberatkan, terlebih tidak ada jaminan keamanan bagi kendaraan yang mereka parkir di area tersebut.
“Kami diminta membayar parkir, tapi keamanan kendaraan tidak dijamin,” ujar seorang pemilik toko yang enggan disebut namanya.
Manalu menegaskan bahwa keamanan kendaraan bukanlah bagian dari tanggung jawab Dishub.
“Tugas kami hanya memastikan bahwa setiap kendaraan yang menggunakan ruang jalan dikenakan tarif retribusi,” katanya.
Berdasarkan aturan tersebut, pemilik kendaraan roda dua dikenakan biaya Rp200 ribu untuk jangka waktu enam bulan dan Rp400 ribu untuk satu tahun. Sementara itu, kendaraan roda empat dikenai tarif Rp500 ribu per enam bulan dan Rp1 juta per tahun. Adapun kendaraan yang memiliki lebih dari empat roda dikenakan biaya Rp2 juta per tahun.
Manalu menambahkan, parkir berlangganan ini tidak hanya berlaku di kawasan Citra Niaga, tetapi juga di lokasi-lokasi lain yang sudah terdaftar dalam skema parkir berlangganan.
“Kami menawarkan fleksibilitas bagi pemilik usaha. Parkir berlangganan ini bisa dipakai di beberapa titik lainnya,” ungkapnya.
Namun, kebijakan ini tetap memicu keluhan di kalangan pelaku usaha, terutama mereka yang memiliki usaha kecil dengan pendapatan terbatas. Mereka menganggap tarif yang dikenakan terlalu tinggi dan membebani. Para pemilik usaha berharap pemerintah melakukan evaluasi ulang terhadap kebijakan ini. (Yah/Fch/Klausa)