Samarinda, Klausa.co – Ngabidin Nurcahyo, seorang berprofesi pengacara di Bontang ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi. Status itu diberikan kepadanya kala dirinya menangani perkara pembagian harta gono-gini seorang kliennya.
Penetapan tersangka dilakukan penyidik Polres Bontang. Ngabidin dilaporkan mantan suami kliennya pada 11 Januari 2023 lalu. Terkait penetapan tersebut, Perhimpunan Advokat Indonesia Kalimantan Timur (Peradi Kaltim) menyatakan sikapnya. Dari kaca mata Peradi, penyidik kepolisian melakukan tindakan melawan hukum. Alias diduga melakukan kriminalisasi terhadap seorang advokat yang sedang menangani perkara.
“Ini jelas kriminalisasi. Kami akan melakukan gugatan mulai dari pihak Polsek, Polres, Polda bahkan hingga ke Mabes Polri terkait hal ini,” tegas Dewan Penasehat DPD Peradi Kaltim, Abdul Rahman saat menggelar konferensi pers pada Selasa (24/1/2023).
Abdul Rahman yang saat ini berstatus kuasa hukum Ngabidin, menyebut upaya gugatan praperadilan telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Bontang. Sidang perdana praperadilan ditetapkan pada 20 Februari 2023.
“Dasar gugatan kami, bahwa legalitas profesi advokat itu dilindungi UU Advokat Nomor 18/2003 dalam pasal 16, 17 dan 18,” tegasnya.
Rahman menjelaskan bahwa, koleganya selama menangani perkara perceraian, hingga pembagian harta gono-gini pada 2021 telah bekerja sesuai kode etik dan itikad baik. Sehingga penetapan status tersangka Ngabidin dinilai telah melanggar aturan hukum dan profesi sebagai seorang advokat.
“Padahal dalam undang-undang profesi, jelas kami dijamin hak imunitas dalam menjalankan profesi dalam itikad baik,” jelasnya.
Selain itu, Ngabidin yang turut hadir di konferensi pers yang digelar di sebuah kafe di Jalan AW Syahranie, Kelurahan Air Hitam itu menceritakan duduk perkara dirinya dijadikan tersangka. Pada Mei 2021 lalu dirinya mendapat hak kuasa hukum terhadap seorang wanita yang ingin melakukan perceraian dengan suaminya di Kota Bontang.
“Setelah itu, sidang berjalan kemudian putusan cerai ditetapkan pada September 2021. Setelah itu, kami menyiapkan gugatan harta gono-gini,” terangnya.
Proses persiapan tersebut meliputi pengumpulan dokumen untuk dijadikan budel waris. Nah, belum lengkap berkas yang disiapkan Ngabidin, pihak mantan suami kliennya sudah duluan melangkah gugatan pada 24 November 2021.
“Dalam gugatannya pihak mereka memasukkan tiga item harta gono-gini. Namun berdasarkan dokumen yang kami kumpulkan, pihak kami menggugat balik dengan 12 item harta gono-gini,” ungkapnya.
12 item tadi untuk dibagi sebagai harta bersama. Dalam pengajuan gugatan yang dibuat kubu Ngabidin, meminta pembagian harta gono-gini di empat bank. Dan telah bersurat terlebih dahulu kepada empat bank yang dimaksud untuk mengetahui jumlah pasti isi rekening milik mantan suami tersebut. Tujuannya, agar menemukan angka riil tabungan pasangan yang menikah pada 2003 silam, untuk selanjutnya dimasukan dalam pembagian harta gono-gini setelah mereka resmi bercerai.
“Kami inisiatif mengirim surat kepada bank secara formal pada 23 Desember 2021. Kemudian kami mendapat jawaban dari dua bank secara tertulis. Sedangkan dua lainnya tidak memberikan jawaban,” ujarnya.
Permasalahan baru terjadi saat dua dari empat perbankan menjawab permohonan Ngabidin bersama kliennya.
“Di sana kami diberi informasi oleh penyidik kepolisian bahwa yang dilaporkan adalah pihak bank. Kami hanya dimintai keterangan. Awalnya sebagai saksi, kemudian jadi tersangka,” ungkap Ngabidin.
Dia menguraikan, saat melakukan permohonan kepada pihak perbankan dirinya tidak melakukan kesalahan. Sebab semua dilakukan sesuai prosedur dan kode etik beracara sebagai advokat. Dalam hal ini, seorang advokat memiliki imunitas untuk mengumpulkan data guna melakukan gugatan dalam perkara yang ditangani. Nahasnya, dia justru dipolisikan. Kemudian resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Bontang pada 11 Januari 2023 kemarin.
“Iya dalam surat laporannya, pihak terlapor adalah perbankan. Karena sudah membuka data yang tidak seharusnya. Tapi saya yang dijadikan tersangka,” pungkasnya. (Mar/Fch/Klausa)