Samarinda, Klausa.co – Pengamat politik dari Universitas Mulawarman, Syaiful Bachtiar, menegaskan perlunya pengawasan ketat terhadap fenomena dinasti politik yang semakin berkembang di Indonesia. Dalam sistem politik demokratis, menurut Syaiful, kekerabatan dalam lingkaran kekuasaan menjadi isu sensitif yang kerap mempengaruhi integritas pemilu, terutama menjelang Pilkada.
“Dinasti politik merujuk pada kekuasaan yang diwariskan dari satu anggota keluarga ke anggota lain, misalnya dari orang tua ke anak. Selama ada hubungan kekerabatan, hal itu dapat digolongkan sebagai dinasti politik,” jelas Syaiful, Rabu (23/10/2024).
Syaiful menekankan, meskipun secara normatif tidak ada aturan yang secara eksplisit melarang kekerabatan dalam kontestasi politik, etika politik harus dijunjung tinggi untuk mencegah praktik nepotisme yang merugikan publik.
Ia menggarisbawahi bahwa efek dinasti politik lebih sering berdampak negatif. “Realitas di lapangan menunjukkan bahwa dinasti politik lebih sering merugikan, terutama dalam menjaga independensi lembaga negara,” tegasnya.
Menurut Syaiful, dinasti politik tidak hanya menurunkan kualitas kinerja lembaga publik, tetapi juga memicu kecurigaan publik terhadap potensi penyalahgunaan kekuasaan. Kepercayaan publik, menurutnya, bisa terkikis jika dinasti politik terus mengakar tanpa pengawasan yang memadai.
Di sisi lain, Syaiful juga menyoroti pentingnya kebebasan berpendapat dalam demokrasi. Ia mengingatkan bahwa ruang diskusi publik, terutama di media, harus tetap terbuka selama didasarkan pada fakta. “Selama pendapat yang disampaikan berbasis fakta, konstitusi kita melindunginya,” tuturnya.
Namun demikian, Syaiful memperingatkan bahwa penyebaran informasi yang salah atau hoaks dapat membawa konsekuensi hukum bagi pelakunya. Menurutnya, pihak yang dirugikan oleh informasi tak benar berhak menuntut keadilan melalui jalur hukum.
Menutup penjelasannya, Syaiful menyampaikan bahwa setiap orang yang memilih jalur politik harus siap menghadapi kritik. “Ketika seseorang terjun ke dunia politik, sorotan publik dan kritik adalah sesuatu yang tak terelakkan. Ini konsekuensi yang harus diterima dalam demokrasi,” pungkasnya. (Yah/Fch/Klausa)