Samarinda, Klausa.co – Program Sekolah Rakyat Terintegrasi resmi berjalan di Kalimantan Timur (Kaltim). Tiga titik pertama ditunjuk sebagai lokasi awal, yakni SMA Negeri 16 Samarinda, Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP), serta Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP).
Kepala Dinas Sosial Kaltim, Andi Muhammad Ishak, menyebut sasaran utama program ini adalah anak-anak dari keluarga miskin yang terdata dalam desil 1 dan 2 Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTKS). Sebagian besar di antaranya adalah anak putus sekolah yang tidak lagi terdaftar di Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
“Harapannya mereka bisa kembali menuntaskan pendidikan. Pemerintah menanggung penuh biaya, mulai seragam, perlengkapan sekolah, hingga kebutuhan makan,” kata Andi, Rabu (1/10/2025).
Pelaksanaan dimulai dengan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang digelar di dua titik. Di BPVP Samarinda, tercatat 66 siswa baru mengikuti MPLS, terdiri dari 21 siswa SD, 25 siswa SMP, dan 20 siswa SMA. Mereka dibimbing 16 guru yang telah mendapat pelatihan dari Kementerian Sosial.
Sementara di SMA 16 Samarinda, sebanyak 46 siswa ikut MPLS, masing-masing 21 siswa SD dan 25 siswa SMA. Untuk sementara, asrama sekolah ini masih memanfaatkan fasilitas milik SMA 16.
MPLS dijadwalkan berlangsung dua pekan. Selain pengenalan sekolah, siswa mendapat pembinaan karakter, konseling, hingga pelatihan pengembangan diri yang melibatkan Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan psikolog.
“Pembangunan karakter menjadi kunci awal agar siswa punya daya juang, tanggung jawab, dan kepercayaan diri. Tidak bisa langsung dijejali materi akademik,” jelas Andi.
Dinsos Kaltim juga masih menelusuri anak-anak putus sekolah agar bisa direkrut masuk program ini. Petugas pendamping PKH, Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK), hingga relawan Tagana dikerahkan untuk mencari calon siswa.
Menurut Andi, program ini masih dalam tahap rintisan. Pemerintah pusat menargetkan pembangunan sekolah rakyat permanen di Kaltim, dengan enam lokasi yang sudah diusulkan. Dari seluruhnya, baru lahan di Palaran, Samarinda, yang siap digunakan.
“Harapannya paling lambat awal tahun depan pembangunan sekolah permanen di Palaran sudah bisa dimulai. Lokasi lain masih menunggu kesiapan lahan,” ujarnya.
Setelah MPLS, para siswa akan mengikuti matrikulasi atau penyetaraan kompetensi selama tiga bulan. Tahapan ini dinilai penting mengingat latar belakang pendidikan siswa yang berbeda-beda.
“Ada yang berhenti di kelas 3 SD, ada yang sudah lama tidak sekolah. Jadi perlu waktu untuk mengembalikan mood, rasa percaya diri, dan semangat belajar mereka,” pungkas Andi. (Din/Fch/Klausa)