Klausa.co

Samarinda Bisa Bebas dari Kemiskinan Ekstrem? Ini Kata Wakil Ketua Komisi IV DPRD

Sani Bin Husain, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda (Foto: Yah/Klausa)

Bagikan

Samarinda, Klausa.co Presiden Joko Widodo (Jokowi) punya target ambisius, yakni menghapus kemiskinan ekstrem di seluruh Indonesia pada akhir 2024. Namun, apakah target itu bisa tercapai di Samarinda, kota yang dikenal sebagai ibu kota provinsi Kalimantan Timur?

Sani Bin Husain, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, mengaku skeptis. Menurutnya, kemiskinan ekstrem adalah masalah yang kompleks dan tidak mudah diatasi. Ia juga menilai bahwa Samarinda masih tergantung pada kebijakan-kebijakan provinsi dan pusat.

“Tidak ada jaminan, tapi saya melihat Pemkot sudah berusaha. Namun kan, Samarinda ini tidak bisa melakukannya sendiri, jadi masih bergantung dengan provinsi dan nasional,” kata Sani.

Sani mencontohkan beberapa faktor yang bisa mempengaruhi tingkat kemiskinan ekstrem di Samarinda, seperti harga BBM, lapangan kerja, dan kondisi ekonomi. Ia berpendapat bahwa jika ada kebijakan yang menguntungkan secara nasional, maka kemiskinan ekstrem bisa berkurang.

Baca Juga:  UMKM Samarinda Bisa Dongkrak PAD, Laila Fatihah Dorong Kerjasama Antar OPD

“Kalau harga BBM turun, lapangan kerja banyak, syaratnya mudah, pasti kemiskinan ekstrem bisa turun. Tapi kalau sekarang, saya rasa sulit. Apalagi dengan kondisi kepemimpinan dan keuangan saat ini,” ujarnya.

Sani mengakui bahwa Pemkot Samarinda telah berupaya maksimal untuk mencapai target zero persen miskin ekstrem. Salah satunya adalah dengan berkoordinasi dengan Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat (Dinsos PM) Samarinda untuk membuat program-program penanggulangan kemiskinan.

“Ada memang kami pembahasan program dengan Dinsos PM. Saya lihat sudah mengarah ke penurunan kemiskinan ekstrem, dan saya hargai itu,” tuturnya.

Namun, Sani juga mengingatkan bahwa data kemiskinan ekstrem harus valid dan akurat. Ia meminta agar data yang ada di lapangan sesuai dengan data yang ada di pusat. Ia juga membedakan antara kemiskinan ekstrem yang disebabkan oleh faktor eksternal dan internal.

Baca Juga:  Kutai Kartanegara, Lompatan Besar Menuju Nol Persen Kemiskinan Ekstrem

“Kemiskinan ekstrem itu ada yang karena faktor eksternal, seperti lapangan kerja yang sulit, penghasilan yang rendah, dan sebagainya. Tapi ada juga yang karena faktor internal, seperti malas kerja, judi, mabuk-mabukan, dan narkoba. Miskin yang seperti ini tidak bisa masuk hitungan,” katanya.

Sani menambahkan bahwa ia tidak setuju dengan program-program yang hanya memberi bantuan tanpa memberi solusi. Ia menilai bahwa program-program seperti itu hanya akan membuat orang miskin ekstrem menjadi manja dan tidak mandiri.

“Miskin yang seperti apa, atau pemalas, kriminal, atau otaknya cuma mau makan saja. Misalnya program bagi-bagi makanan itu, saya tidak setuju kalau yang diberi makan orang seperti itu. Harus ada program yang memberi keterampilan, modal, dan bimbingan, agar mereka bisa berubah,” pungkasnya. (Yah/Fch/Klausa)

Baca Juga:  Gagal Panen dan Inflasi, Fakhruddin Minta Pemkot Samarinda Perbanyak Gebyar Pangan Murah

Bagikan

.

.

Search
logo klausa.co

Afiliasi :

PT Klausa Media Indonesia

copyrightâ“‘ | 2021 klausa.co