Klausa.co

Saling Beririsan, Stunting dan Kemiskinan Ekstrem Harus Ditangani Bersamaan

Wakil Wali Kota Samarinda, Rusmadi Wongso (Foto: Istimewa)

Bagikan

Samarinda, Klausa.co – Penyebab stunting di berbagai daerah di seantero Indonesian dilatarbelakangi fenomena kemiskinan ekstrem. Mulai kendala mengakses kebutuhan dasar, akses air bersih, fasilitas sanitasi dan permasalahan lainnya. Bahkan, 60 persen penderita stunting beririsan dengan keluarga miskin ekstrem.

Maka itu, penyelesaian masalah kemiskinan ekstrem dan kasus stunting harus dikeroyok bersamaan. Pemerintah tidak hanya dapat mengatasi masalah stunting saja kemudian mengabaikan kemiskinan ekstrem. Namun, persoalan kemiskinan ekstrem juga harus diperhatikan seiring pengentasan stunting.

Fakta yang terjadi di lapangan, tegas Wakil Wali Kota Rusmadi Wongso, stunting benar-benar beririsan dan bersinggungan dengan kemiskinan. Pasalnya, rata-rata keluarga stunting ini umumnya berasal dari keluarga kurang mampu.

Baca Juga:  Perintah Partai Tak Bisa Ditawar, Sindiran Kader PDI Perjuangan pada Rusmadi Wongso

“Di satu sisi kita menangani untuk stunting, di lain sisi penghapusan kemiskinan. Untuk persentase kemiskinan ekstrem di Samarinda, kita mengalami penurunan dari tahun 2021 ke 2022. Dari angka 2,59 persen (22.190) menjadi 0,93 persen (8.040),” ungkapnya, pada Kamis (16/3/2023).

“Jumlah warga miskin sekitar 8.040 jiwa ini tersebar di 10 kecamatan dan 59 kelurahan di Samarinda. Artinya jika kita semua bekerja keras mulai dari RT dan Lurah, semua bisa teratasi,” jelasnya, usai mengikuti roadshow daring bersama kementerian di Ruang Rapat Command Center, Balai Kota Samarinda.

Menurutnya, lurah pasti mengetahui persis di mana saja kelompok keluarga yang berisiko dan berpotensi stunting. “Saya kira itu enggak berat untuk dilakukan. Hanya saja kuncinya, ketika melakukan berbagai upaya penurunan angka stunting, intensitas pendampingan perlu dilakukan,” terangnya.

Baca Juga:  90 Pemuda Kutim Dilatih Kecakapan Public Speaking

Bukan tanpa alasan Rusmadi berkata demikian. Kalaupun pemerintah memberikan asupan tambahan gizi seperti telur, ikan dan disarankan dengan susu kepada ibu hamil dan anak yang berisiko stunting. Maka mau tidak mau, pendamping keluarga harus memberikan pendampingan, untuk benar-benar memastikan mereka mengonsumsi asupan tambahan tersebut.

“Mengapa diperlukan pendampingan. Sebab, ketika asupan tambahan gizi seperti telur, ikan dan susunya sampai ke lokasi, belum tentu yang mengonsumsinya itu ibu hamil atau anak berisiko stunting. Maka itu, saya menekankan kuncinya itu ada pendampingan,” paparnya. (Apr/Fch/Adv/Diskominfo Samarinda)

Bagikan

.

.

Search
logo klausa.co

Afiliasi :

PT Klausa Media Indonesia

copyrightâ“‘ | 2021 klausa.co