Samarinda, Klausa.co – Hilangnya tutupan hutan di Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menimbulkan dampak serius bagi satwa liar. Dalam dua bulan pertama tahun ini, sebanyak 37 individu orangutan terpaksa dievakuasi setelah ditemukan berkeliaran di area perkebunan dan permukiman warga.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim menyebut angka ini sebagai sinyal bahaya. Kepala BKSDA Kaltim, Ari Wibawanto, mengungkapkan bahwa penyelamatan orangutan dilakukan di berbagai titik, termasuk di utara Sungai Mahakam hingga Sungai Kelay, Kabupaten Berau.
“Awal tahun ini kami sudah menyelamatkan 37 orangutan, jumlah yang cukup tinggi dan menunjukkan ada sesuatu yang tidak beres dengan habitat mereka,” ujar Ari.
Orangutan yang seharusnya hidup di hutan mulai bermigrasi ke kawasan yang tidak semestinya, seperti kebun sawit dan permukiman. Di daerah Kutai Timur, terutama di sepanjang Jalan Poros Sangatta-Muara Wahau, fenomena ini semakin sering terjadi.
Berkurangnya tutupan hutan akibat pembukaan lahan menjadi penyebab utama konflik antara manusia dan orangutan. Tanpa pohon yang cukup untuk berlindung dan mencari makan, satwa liar ini terpaksa keluar dari habitatnya.
“Pada banyak kasus, orangutan masuk ke kebun sawit, mencari makan, dan akhirnya dianggap hama oleh warga,” ungkap Ari.
Konflik ini sering kali berujung pada penyelamatan darurat. Dari total 37 orangutan yang dievakuasi tahun ini, sebanyak 28 telah ditranslokasikan ke kawasan konservasi, seperti Hutan Lindung Gunung Batu Masangat Busang, PT Restorasi Habitat Orangutan Indonesia (RHOI), dan Taman Nasional Kutai.
Penyelamatan orangutan bukan perkara mudah. Tim BKSDA Kaltim bekerja sama dengan berbagai mitra konservasi, seperti Centre for Orangutan Protection (COP), Borneo Orangutan Survival (BOS) Foundation, dan Conservation Action Network (CAN).
Namun, penyelamatan saja tidak cukup jika habitat asli mereka terus berkurang. Ari menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk terus menjaga kelestarian orangutan sesuai dengan Peraturan Menteri LHK Nomor 17 Tahun 2024.
“Harapan kami, masyarakat bisa hidup berdampingan dengan orangutan tanpa konflik. Karena jika hutan terus hilang, mau ke mana lagi mereka pergi?” pungkasnya. (Wan/Fch/Klausa)