Samarinda, Klausa.co – Hingga awal Agustus 2025, kepastian pencairan bonus bagi para atlet Kalimantan Timur (Kaltim) peraih medali di Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumut tak kunjung terlihat. Meski disebut sudah masuk dalam pembahasan APBD Perubahan 2025, para pelatih dan atlet mulai kehilangan kesabaran.
Kondisi ini memunculkan keresahan di kalangan insan olahraga Kaltim. Bonus yang dijanjikan setelah perjuangan panjang di arena pertandingan tak kunjung terealisasi. Dampaknya, motivasi latihan para atlet pun mulai kendor.
“Kalau sampai bonus tidak dianggarkan, itu artinya perjuangan atlet tidak dihargai,” keluh Sumarlani, pelatih sekaligus pengurus cabang olahraga gulat, Jumat (1/8/2025).
Menurutnya, ini bukan soal uang saja, tapi menyangkut semangat dan masa depan atlet. Menurut Sumarlani, informasi yang beredar menyebut bonus atlet sudah dibahas dalam rapat Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Namun, hingga kini belum ada titik terang soal pencairannya. Ia bahkan menyebut jumlah atlet yang hadir dalam sesi latihan kian menurun.
“Biasanya latihan pagi bisa ramai. Sekarang yang datang hanya 12 orang. Mereka bertanya, ‘Untuk apa latihan kalau bonus saja tidak jelas?’ Ini berdampak besar pada mental mereka,” ujarnya.
Tak hanya persoalan insentif, keluhan juga mengarah pada buruknya fasilitas latihan. Kebutuhan dasar seperti konsumsi dan air minum harus ditanggung sendiri oleh pelatih maupun atlet.
“Pembinaan itu bukan cuma mengejar medali. Ini soal membentuk karakter. Kalau kebutuhan paling dasar saja tidak diperhatikan, bagaimana kami bisa mencetak atlet tangguh dan berintegritas?” katanya.
Kekecewaan senada pun diungkapkan Iriansyah, atlet cabang kabaddi. Ia menyayangkan nominal bonus untuk kategori beregu yang lebih kecil dibanding perorangan. Padahal, menurutnya, perjuangan beregu tak kalah keras.
“Nilai bonus emas beregu bahkan lebih kecil dari perak perorangan. Padahal kami sama-sama berjuang dan mengalami cedera demi mengharumkan nama daerah,” tegasnya.
Iriansyah menyebut usulan dari Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kaltim sempat menawarkan skema yang lebih adil. Yakni Rp300 juta untuk emas perorangan, Rp250 juta untuk beregu kecil, dan Rp180 juta untuk beregu besar. Namun ia menilai Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kaltim justru lebih berpihak pada cabang olahraga individu.
“Permenpora 2022 sudah jelas. Emas beregu tidak boleh lebih rendah dari perak perorangan. Kalau begini, jelas tidak adil,” ujarnya.
Lebih dari sekadar bonus, ia juga menyoroti minimnya dukungan terhadap cabang olahraga yang dianggap kurang populer. Beberapa cabor bahkan tak memiliki fasilitas sendiri dan terpaksa meminjam ke cabor lain hanya demi bisa berlatih.
“Kami di kabaddi contohnya, baru punya matras sendiri setelah PON. Sebelumnya, pinjam ke pencak silat atau karate. Bahkan dua atlet kami yang lolos ASEAN Youth Games ke Bahrain, berangkat murni dari usaha sendiri. Tidak ada dukungan dari pemerintah,” katanya.
Iriansyah berharap pemerintah tidak hanya fokus pada cabang-cabang besar yang rutin dipertandingkan. Semua cabang, kata dia, punya hak yang sama untuk berkembang.
“Selama ini kami merasa dianaktirikan. Padahal, semangat juang atlet tak pernah membedakan nama besar atau kecilnya cabang,” pungkasnya. (Yah/Fch/Klausa)