Jakarta, Klausa.co – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mendapat laporan dari 16 guru besar dan pengajar hukum tata negara dan hukum administrasi negara. Laporan itu terkait dengan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia menjadi calon presiden dan wakil presiden.
Para pelapor yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS) didampingi oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil, yaitu Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Indonesia Memanggil Lima Tujuh (IM57).
Mereka menyerahkan laporan tersebut kepada Majelis Kehormatan MK (MKMK) di Gedung MK, Jakarta, Kamis (26/10). Laporan itu berisi empat poin yang ditujukan kepada Anwar Usman sebagai ketua MK.
Konflik Kepentingan
Poin pertama adalah tentang adanya konflik kepentingan (conflict of interest) yang dimiliki Anwar Usman dalam perkara tersebut. Pasalnya, putusan MK yang menghapus syarat usia minimal menjadi calon presiden dan wakil presiden memberikan ruang bagi keponakan Anwar Usman, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, untuk maju sebagai calon wakil presiden.
“Hal tersebut telah terkonfirmasi dengan yang bersangkutan (Gibran) mendaftarkan (diri) mendampingi calon presiden Prabowo Subianto,” kata Program Manager PSHK Indonesia Violla Reininda saat konferensi pers usai mengajukan laporan itu.
Violla menilai hal ini menunjukkan adanya hubungan kekerabatan antara Anwar Usman dan Gibran yang dapat mempengaruhi independensi dan objektivitas Anwar Usman dalam memeriksa dan memutus perkara tersebut.
Ketiadaan Judicial Leadership
Poin kedua adalah tentang ketiadaan judicial leadership (kepemimpinan peradilan) yang ditunjukkan oleh Anwar Usman dalam perkara tersebut. Anwar Usman disebut tidak menaati hukum acara karena proses peradilan yang dinilai terburu-buru.
“Dan juga secara tidak sesuai dengan prosedur, terutama berkenaan dengan tidak diinvestigasinya kejanggalan berupa penarikan kembali permohonan,” imbuh Violla.
Violla menjelaskan bahwa permohonan pengujian undang-undang tersebut awalnya diajukan oleh dua orang, yaitu Rizal Ramli dan Denny Indrayana. Namun, setelah sidang perdana, Rizal Ramli menarik kembali permohonannya tanpa alasan yang jelas.
“Padahal, hal ini seharusnya menjadi bahan investigasi oleh MK karena ada indikasi adanya tekanan atau intervensi dari pihak-pihak tertentu,” ujar Violla.
Poin ketiga masih berkaitan dengan ketiadaan judicial leadership, yaitu sikap Anwar Usman ketika menghadapi concurring opinion (alasan berbeda) terhadap putusan MK dari dua hakim konstitusi, yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh.
“Berkaitan dengan kepemimpinan beliau ketika menghadapi adanya concurring opinion dari dua hakim konstitusi yang substansinya ternyata dissenting opinion, sehingga menimbulkan keganjilan juga di dalam putusan MK,” paparnya.
Violla mengatakan bahwa concurring opinion seharusnya merupakan alasan yang mendukung putusan MK, namun dalam hal ini justru sebaliknya. Dua hakim konstitusi tersebut menyatakan bahwa syarat usia minimal menjadi calon presiden dan wakil presiden tidak bertentangan dengan konstitusi.
“Jadi, ini menunjukkan adanya ketidakharmonisan di antara hakim konstitusi dan juga ketidakjelasan posisi Anwar Usman sebagai ketua MK,” tuturnya.
Komentar Bernuansa Mendukung Putusan
Poin terakhir adalah tentang komentar Anwar Usman yang dianggap bernuansa mendukung putusan MK dalam acara “Kuliah Umum bersama Prof. Dr. H. Anwar Usman, S.H., M.H.” pada tanggal 9 September 2023, di Universitas Islam Sultan Agung, Semarang, Jawa Tengah.
“Beliau (Anwar Usman) memberikan komentar tentang substansi pengujian undang-undang tentang syarat usia menjadi calon presiden dan wakil presiden,” sambung Violla.
Violla menilai bahwa komentar tersebut tidak pantas dilontarkan oleh seorang hakim konstitusi yang seharusnya menjaga netralitas dan integritasnya. Apalagi, komentar tersebut disampaikan sebelum putusan MK keluar.
“Ini menunjukkan adanya prasangka atau prejudis dari Anwar Usman terhadap perkara tersebut,” tegasnya.
Harapan dan Tuntutan
Violla berharap laporan tersebut dapat diperiksa secara objektif oleh MKMK. Pihaknya juga mendorong para hakim konstitusi untuk bersikap kooperatif apabila diperiksa nantinya.
“Juga kami mendorong bahwa proses ini ketika ditemukan adanya dugaan pelanggaran yang berat, terutama terkait dengan conflict of interest, bisa memberikan sanksi yang setara atau sanksi yang berat berupa pemberhentian secara tidak hormat,” ucapnya.
Berikut ini daftar nama 16 guru besar dan pengajar yang melaporkan Ketua MK Anwar Usman, si paman Gibran.
1. Prof. H. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D
2. Prof. Dr. Hj. Hesti Armiwulan, S.H., M.Hum,C.M.C
3. Prof. Muchamad Ali Safaat, S.H, M.H
4. Prof. Susi Dwi Harijanti, S.H., LL.M., Ph.D.
5. Dr. Aan Eko Widiarto, S.H., M.Hum
6. Dr. Auliya Khasanofa, S.H., M.H
7. Dr. Dhia Al Uyun, S.H., M.H
8. Dr. Herdiansyah Hamzah, S.H., LL.M
9. Dr. Herlambang P. Wiratraman, S.H, M.H
10. Iwan Satriawan, S.H., MCL., Ph.D
11. Richo Andi Wibowo, S.H., LL.M., Ph.D
12. Dr. Yance Arizona, S.H., M.H., M.A
13. Beni Kurnia Illahi, S.H., M.H
14. Bivitri Susanti, S.H., LL.M
15. Feri Amsari, S.H., M.H., LL.M
16. Warkhatun Najidah, S.H., M.H.
(Mar/Bob/Klausa)