Samarinda, Klausa.co – Beberapa waktu terakhir masyarakat dibuat panik dengan informasi sindikat penculikan anak. Kabar ini tersiar di berbagai kota di Indonesia, termasuk Samarinda.
Bahkan, pada Senin (30/1/2023) tersiar kabar aksi penculikan di Kecamatan Samarinda Seberang dan Samarinda Utara. Dua kali kasus penculikan dalam satu hari tentu membuat warga panik. Namun, setelah dikroscek, kabar penculikan di Kota Tepian dipastikan tidak benar alias hoax.
Menanggapi fenomena ini, Kapolresta Samarinda Kombes Pol Ary Fadli mengimbau masyarakat agar lebih cerdas memilah informasi. Terlebih di era digital dengan cepatnya penyebaran informasi.
“Mesti cerdas. Lebih teliti lagi (menerima kabar yang meresahkan),” ucap Ary Fadli saat dikonfirmasi awak media, Selasa (31/1/2023).
Kendati demikian, Kombes Pol Ary menyebutkan jika memang telah terjadi kasus penculikan anak. Sebaiknya orangtua segera memberi laporan kepada pihak berwenang agar cepat ditindaklanjuti.
“Kalau ada kejadian segera laporkan agar segera juga ditindaklanjuti. Jangan tidak melaporkan, tapi menyebarkan informasi atau berita yang mungkin kira-kira itu belum bisa dipastikan. Jadi, mari sama-sama menjaga dan meredamnya,” lanjutnya.
Namun, Kombes Pol Ary tak menampik jika kekhawatiran masyarakat timbul dari sumber kejadian yang berasal dari luar Samarinda maupun Kalimantan Timur. Akan tetapi, kabar penculikan tak bisa dibenarkan begitu saja, melainkan harus dipastikan terlebih dulu kebenarannya.
Sehingga pada saat disebarkan ke media sosial tidak menjadi teror yang menyebabkan ketakutan bagi masyarakat lainnya.
“Ada sebaran video yang sudah kami klarifikasi bahwa itu hoaks (kabar bohong). Saling mengingatkan saja, saling menjaga. Ada yang tahu sebaran informasi tidak langsung menyebarkan ulang. Jadi mungkin bisa ditanya, dicek, apakah anda sudah pastikan kebenarannya sebelum menyebarkan informasi ini dan itu,” paparnya.
Sampai hari ini Korps Bhayangkara di Samarinda sejatinya belum satu pun menerima laporan resmi dari masyarakat, terkait dugaan upaya penculikan. Oleh sebab itu masyarakat mesti memahami bahwa sumber informasi resmi dari pemerintah, pihak sekolah, hingga dari aparat keamanan.
“Jangan klarifikasi di grup kalau mendapatkan informasi. Tapi klarifikasi orang per orang soal kebenaran informasi yang disampaikan,” pungkasnya. (Mar/Fch/Klausa)