Samarinda, Klausa.co – Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda merencanakan dan mengusulkan lahan eks lapangan sepak bola Voorvo menjadi daerah resapan air. Namun usulan tersebut tak terealisasi, malah di lahan itu rencananya bakal dibangun lapangan mini soccer. Lantaran izin yang belum lengkap proyek tersebut terpaksa dihentikan.
Sebagai informasi, lahan tersebut adalah milik Pemprov Kaltim. Sementara penghentian proyek dilakukan Pemkot Samarinda dengan melakukan penyegelan lokasi tersebut.
Ditanya terkait kejadian tersebut, Gubernur Kaltim Isran Noor, merespons santai terkait penyegelan tersebut. “Enggak apa-apa disegel,” jawabnya singkat.
Ditanya terkait lapangan Voorvo untuk pembangunan polder air, Isran mengungkap dibangun yang bermanfaat untuk warga.
“Bangun yang bermanfaat. Kan ada yang bermanfaat, ada yang lebih bermanfaat,” jabarnya.
Sementara itu, Fahmi Prima Laksana, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kaltim, mengungkap lapangan Voorvo akan diperuntukan sebagai sarana olahraga.
“Lihat dulu RTRW-nya, itu kan memang lapangan sepak bola, mau dibuat lapangan sepak bola lagi,” kata Fahmi, Senin (9/1/2023).
Dirinya memastikan lokasi lahan tersebut akan tetap dibangun lapangan sepak bola outdoor.
“Itu akan dibuat lapangan sepak bola, akan ada drainasenya,” jabarnya.
Terkait penyegelan yang dilakukan Pemkot Samarinda, pihaknya dari BPKAD Kaltim bakal melakukan koordinasi dengan pemerintah kota.
“Kami akan koordinasikan lagi dengan Pemkot Samarinda, mungkin kurang komunikasi saja,” tegasnya.
Sementara itu, mantan Direktur Lembaga Kelompok Kerja 30 (Pokja 30) Carolus Tuah menuturkan, apabila Pemkot Samarinda memiliki kajian bahwa lokasi tersebut bisa meresap air, boleh ajukan ke Pemprov Kaltim.
Kedua, dia menyarankan ada komunikasi yang bisa dilakukan antara pimpinan Pemkot dan Pemprov. Obrolan antara pemilik lahan, dalam hal ini Pemprov Kaltim adalah salah satu solusi.
“Saya rasa dari Balai Kota Samarinda ke Kantor Gubenur Kaltim kan tak sampai dua jam ya. Meyakinkan Gubernur saja, inilah jawabannya (resapan air),” ucap Tuah.
Jadi, Tuah sampaikan, semuanya disampaikan dan diputuskan berdasarkan kajian ilmiah. Bahwa kawasan tersebut sebaiknya diperuntukkan untuk resapan air.
“Sepanjang Pak Walikota bisa tunjukkan itu, ya saya dukung saja,” ujarnya.
Terpisah, pengamat tata kota dari Universitas Mulawarman, Warsilan menitikberatkan pada dua hal. Pertama, adalah melihat dulu fungsi kawasan tersebut.
“Lihat dulu tata ruangnya. Kalau tidak salah itu kawasan perumahan/ permukiman di kawasan itu. Kalau kawasan perumahan, maka wajar saja perlu adanya RTH atau daerah untuk resapan air,” ujarnya.
Ia menyebutkan, kalau dilihat dari topografi, daerah itu memang digunakan sebagai aliran air.
“Kalau dilihat dari kawasan Voorvo atau Ramania, itu kan cukup tinggi. Nah, air dari atas itu mengalir ke bawah, tak bisa ke Swadaya (kawasan), tetapi ke bawah dan mengumpul di area polder yang ada di dekat Mal Lembuswana,” ucapnya.
Aspek kedua yang ia sebut kemudian adalah soal kemanfaatan.
“Ya dilihat kemanfaatannya. Apakah perlu daerah resapan air atau sarana olahraga? Kalau saya rasa, sudah tepat untuk RTH atau kawasan pengendalian banjir. Karena dilihat lagi, run off aliran air dari atas (kawasan Voorvo dan Ramania) itu cukup tinggi,” ujarnya. (Mar/Fch/Klausa)