Samarinda, Klausa.co – Sebuah rekaman diunggah ke media sosial (medsos) Facebook pada Rabu (17/1/2024) lalu. Rekaman itu memperdengarkan suara diduga salah seorang calon legislatif (caleg) yang sedang mengarahkan para ketua Rukun Tetangga (RT) untuk memilih dirinya.
Masih dalam rekaman yang diunggah akun Facebook Mega Umi itu, si pemilik suara tersebut membandingkan program Probebaya yang dilaksanakan Pemkot Samarinda dengan program Pemkab Kutai Kartanegara (Kukar).
“Kalau di Samarinda Rp 100 juta per-RT, sementara di Kukar itu Rp 50 Juta per-RT. Artinya dalam satu tahun, tidak kurang Rp 200 miliar, apabila Rp 100 juta dikalikan dengan 200 RT,” ungkapnya.
Tak hanya itu, di dalam rekaman audio tersebut mereka diduga bernegosiasi soal perolehan suara untuk di TPS.
“Kalau bapak mau, kasih 30 persen pemilihnya itu ya, sudah pasti tau. Saya cuma minta 30 persen untuk 100 TPS,” lanjut si diduga caleg.
“Pak RT, bu RT, to the point saja ya. Kalau aspirasi bangun jalan dan semuanya belum jadi suara itu sampaikan. Yang jadi suara, paham-paham sajalah,” ucap si pemilik suara di akhir rekaman.
Dalam unggahannya, Mega Umi mencantumkan foto caleg DPR RI daerah pemilihan Kalimantan Timur (Kaltim) Rudy Mas’ud. Dalam narasinya, Mega Umi menuliskan, Caleg DPR RI Partai Golkar Rudy Mas’ud mengundang 111 RT ke kediamannya di Kelurahan Pulau Atas.
Saat dikonfirmasi, caleg dari Partai Golkar tersebut membantah dirinya melakukan penggiringan suara kepada para RT.
“Enggak benar itu,” tegas Rudy pada Rabu (17/12024).
Namun, dia membenarkan memberikan uang transport untuk para ketua RT yang hadir saat itu. “Ada, dan itu uang transport,” lanjut ketua DPD Golkar Kaltim itu.
Rudy menyebut, saat itu dia hanya melakukan Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan. Selain itu, dirinya juga melakukan serap aspirasi.
“Seperti reses biasa, ada sosialisasi empat pilar kebangsaan dan penyerapan aspirasi,'” tegasnya.
Menyikapi isu yang beredar tersebut, Ketua Bawaslu Kota Samarinda, Abdul Muin menuturkan, karena sudah beredar di masyarakat, pihaknya mesti melakukan pendalaman. Terlebih, lanjut Muin, di Kelurahan Pulau Atas ada Panwaslu Kecamatan (Panwascam), serta pengawas kelurahan/desa.
“Makanya informasi tersebut mesti didalami untuk memastikan,” terangnya.
Muin menyebut Panwascam di kawasan tersebut tentu telah mendengar desas-desus tersebut. Makanya perlu dilakukan penelusuran. Apalagi ada mekanisme yang mesti dilakukan dalam mengusut dugaan pelanggaran pemilu.
Dalam pendalaman, apabila telah diketahui persis pelakunya, tak menutup kemungkinan akan dimintai keterangan. Dia melanjutkan, ketika memang ada dugaan kuat mengarahkan untuk memilih satu calon, maka akan masuk dugaan kategori pelanggaran.
“Intinya asas praduga tak bersalah tetap kami junjung tinggi, bahwa kemudian dalam hal proses pembuktian, maka informasi untuk perkuat dugaan itu menjadi sangat vital untuk dilakukan,” pungkasnya. (Mar/Mul/Klausa)