Kukar, Klausa.co – Upaya penguatan ekonomi desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Embalut kembali terganjal problem klasik, birokrasi yang berbelit. Kepala Desa Embalut, Yahya, menyebut sejumlah inisiatif usaha desa tersendat akibat lambannya proses administrasi di tingkat kabupaten.
“Salah satu contoh konkret adalah pengadaan dispenser untuk Pertades yang sampai sekarang belum terealisasi. Prosesnya terlalu panjang dan tak jelas ujungnya, bahkan muncul kekhawatiran soal penggunaan anggarannya,” ujar Yahya.
Kendala tak hanya muncul dari sisi pengadaan barang. Program pengembangan keramba ikan yang dirancang sebagai salah satu motor ekonomi BUMDes juga belum mendapat dukungan penuh dari pemerintah kecamatan. Padahal, menurut Yahya, potensi keuntungannya bisa menyentuh angka Rp20 juta hingga Rp30 juta per bulan.
“Saya melihat peluang usaha yang jelas dan realistis, tapi minim dukungan dari level atas. Harusnya dana desa lebih diarahkan ke kegiatan produktif, bukan sekadar belanja rutin yang habis pakai tanpa hasil jangka panjang,” tegasnya.
Kritik tersebut mencerminkan harapan agar arah kebijakan pembangunan desa tak lagi terpaku pada pola konsumtif. Yahya menilai, dengan manajemen yang profesional dan transparan, BUMDes bisa menjadi mesin pertumbuhan ekonomi lokal yang berdampak langsung ke masyarakat.
Sayangnya, regulasi dan mekanisme yang rumit justru membatasi ruang gerak BUMDes untuk berkembang.
“Kalau birokrasi bisa dipangkas dan disederhanakan, saya yakin BUMDes di Embalut bisa jauh lebih maju,” tambah Yahya.
Pemerintah Desa Embalut berharap ada langkah konkret dari pemerintah daerah dalam mengurai simpul-simpul penghambat tersebut.
“Kami ingin BUMDes ini hidup, benar-benar menjadi badan usaha yang berfungsi membangun ekonomi warga, bukan sekadar papan nama tanpa aktivitas,” pungkasnya. (Yah/Fch/ADV/Pemkab Kukar)