Klausa.co

Ruang IGD Menumpuk, DPRD Kaltim Soroti Akar Masalah Sistemik di Rumah Sakit

Antrean Pasien Di Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD), Sebelum Mendapatkan Kamar Rawat Inap Di Rumah Sakit AWS. ( Foto : Istimewa )

Bagikan

Samarinda, Klausa.co – Antrean panjang pasien di Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit menjadi pemandangan yang makin akrab di Kalimantan Timur (Kaltim). Masyarakat kerap mengeluhkan lamanya waktu tunggu sebelum pasien dirujuk ke ruang rawat inap.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Andi Satya Adi Saputra, mengungkap bahwa problem utama bukan sekadar keterlambatan pelayanan, tetapi soal keterbatasan ruang dan sumber daya yang dimiliki rumah sakit.

“Keterbatasan ruang dan SDM itu nyata. Ini bukan sekadar soal manajemen, tapi juga kemampuan infrastruktur yang belum bisa menjawab lonjakan pasien,” ujar Andi.

Andi menjelaskan bahwa tidak semua kamar rawat inap bisa langsung diisi. Tiap ruangan telah diklasifikasi berdasarkan kebutuhan pasien, mulai dari jenis kelamin, usia, hingga tingkat infeksi. Artinya, ruangan yang terlihat kosong belum tentu bisa digunakan begitu saja.

Baca Juga:  Hujan Sejak Dini Hari, Samarinda Dikepung Banjir Hingga Tanah Longsor

“Kalau ruangan kosong itu memang disediakan untuk pasien perempuan, ya tidak bisa diisi sembarangan. Itu untuk menjaga kenyamanan dan protokol medis,” katanya.

Lebih jauh, ia menegaskan bahwa pemisahan ruangan untuk pasien infeksi dan non-infeksi adalah prosedur wajib yang tak bisa dinegosiasikan. Salah langkah dalam alokasi tempat tidur bisa berdampak fatal bagi pasien lain.

“Penempatan pasien bukan soal siapa yang datang duluan. Ini berkaitan dengan pertimbangan medis yang ketat dan kompleks,” tambah Andi.

Selain persoalan kamar, antrean panjang juga terjadi di ruang operasi. Di beberapa rumah sakit, jumlah dokter spesialis terbatas, seperti pada kasus operasi kanker usus. Tindakan itu hanya bisa dilakukan oleh dua dokter dengan kapasitas operasional maksimal dua hingga tiga pasien per hari.

Baca Juga:  BPKH Samarinda Buka Suara Soal Patok Batas di Bukit Soeharto yang Dicabut

“Kalau dipaksakan, bukan hanya pasien yang berisiko. Tenaga medis pun bisa kelelahan dan itu berbahaya,” terang politisi muda itu.

Andi menepis anggapan bahwa rumah sakit sengaja memperlambat pelayanan. Menurutnya, semua proses dilakukan demi keselamatan pasien.

“Dokter juga manusia. Rumah sakit berupaya maksimal dengan sumber daya yang ada. Ini bukan tentang memperlambat, tapi tentang menjaga kualitas pelayanan,” tegasnya.

Ia berharap masyarakat bisa lebih memahami tantangan di balik layar layanan rumah sakit, sembari mendorong pemerintah daerah untuk memperkuat sistem kesehatan, terutama dari sisi fasilitas dan tenaga medis.

“Kita butuh dukungan lintas sektor untuk memperbaiki ini. Jangan hanya menyoroti hasil akhir tanpa melihat proses panjang di dalamnya,” tutup Andi. (Din/Fch/ADV/DPRD Kaltim)

Baca Juga:  Dispora Kaltim Luncurkan Program Binlat untuk Cetak Pemimpin Masa Depan

Bagikan

.

.

Search
logo klausa.co

Afiliasi :

PT Klausa Media Indonesia

copyrightⓑ | 2021 klausa.co