Klausa.co

Wacana Pilkada oleh DPRD, Usulan yang Berimbas Langkah Mundur Demokrasi?

Gedung DPRD Kaltim (Foto: Istimewa)

Bagikan

Samarinda, Klausa.co – Gagasan mengembalikan pemilihan kepala daerah (Pilkada) ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menuai tanggapan penolakan. Pengamat politik Universitas Mulawarman, Iman Surya, mengingatkan dampak serius dari wacana tersebut. Ia menyebut, legitimasi pemerintah daerah berpotensi terganggu jika pemilihan langsung dihapuskan.

Wacana ini mencuat setelah Presiden Prabowo Subianto mengusulkan Pilkada tak lagi dilakukan secara langsung. Usulan penuai kontroversi itu bahkan sudah bergulir di Komisi II DPR RI, seiring pembahasan revisi Omnibus Law Politik. Namun, Iman menilai gagasan tersebut justru menjadi ancaman bagi kepercayaan publik terhadap pemimpin daerah.

“Jika kepala daerah dipilih oleh DPRD, maka legitimasi pemerintah akan dipertanyakan. Apalagi DPRD sangat rentan terhadap intervensi politik, dan ini berbahaya bagi demokrasi,” ujar Iman dalam tanggapannya.

Baca Juga:  8 Pasangan Bukan Suami Istri Diamankan Satpol PP Samarinda

Ia juga menanggapi alasan efisiensi anggaran yang kerap digunakan untuk membenarkan usulan ini. Menurut Iman, efisiensi tak seharusnya mengorbankan prinsip dasar demokrasi.

“Kita hidup dalam sistem presidensial, yang mestinya eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan sejajar. Jika DPRD yang memilih kepala daerah, prinsip ini jelas terganggu,” katanya.

Iman menilai rendahnya partisipasi pemilih dalam Pilkada tak bisa menjadi dalih untuk mencabut hak rakyat. Ia mengusulkan perbaikan sistem sebagai solusi, bukan penghapusan mekanisme pemilihan langsung.

“Partisipasi yang rendah memang tantangan, tetapi jawabannya adalah memperbaiki sistem, bukan mencabut hak rakyat memilih,” tegasnya.

Iman juga mengingatkan, wacana serupa pernah menciptakan polemik pada 2014. Kala itu, pengesahan UU Pilkada lewat DPRD berujung pembatalan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

Baca Juga:  Tak Hanya THM, Pemkot Samarinda Juga Tutup Spa, Game Online, dan Panti Pijat Selama Ramadan

“Kita tidak boleh mengulangi kesalahan yang sama. Demokrasi harus dijaga, bukan direduksi,” katanya lagi.

Ia menekankan pentingnya memperkuat sistem demokrasi daripada mengubah mekanisme pemilihan. Masalah seperti politik uang, sengketa Pilkada, dan rendahnya partisipasi, menurutnya, lebih mendesak untuk diselesaikan.

“Demokrasi bukan soal efisiensi belaka. Langkah nyata diperlukan untuk menghadapi masalah ini, bukan dengan merampas hak rakyat memilih pemimpin mereka sendiri,” tandasnya.

Iman menutup pandangannya dengan mengingatkan bahaya dari kebijakan tanpa kajian yang matang.

“Perubahan sistem tanpa dasar yang kuat hanya akan menambah persoalan baru, menciptakan krisis kepercayaan publik, dan merusak demokrasi,” ujarnya.

Dengan sorotan tajam terhadap isu ini, satu pesan menjadi jelas: demokrasi yang kokoh tak hanya soal memilih, tetapi juga memastikan hak rakyat tetap terjaga. (Yah/Fch/Klausa)

Baca Juga:  Surya Paloh dan Jokowi Ngobrol di Istana, Ada Apa dengan Pilpres 2024?

Bagikan

.

.

Search
logo klausa.co

Afiliasi :

PT Klausa Media Indonesia

copyrightâ“‘ | 2021 klausa.co