Samarinda, Klausa.co – Langkah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Samarinda menertibkan spanduk dukungan bagi kolom kosong dalam Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Samarinda 2024 akhirnya memancing reaksi keras. Aliansi Kotak Kosong, kelompok yang mendukung opsi kolom kosong, menyatakan sikap untuk melayangkan somasi terhadap Bawaslu Samarinda. Pernyataan itu disampaikan dalam sebuah konferensi pers pada Senin (28/10/2024).
Niko Hendro, Ketua Aliansi Kotak Kosong, dengan tegas menuntut Bawaslu bertanggung jawab atas tindakan penertiban spanduk tersebut. Ia menyebut pihaknya memberi waktu dua hari kepada Bawaslu untuk merespons somasi yang dilayangkan.
“Kami ingin Bawaslu bertanggung jawab atas kerugian materi dan nonmateri yang kami alami. Juga, kami ingin kejelasan mengenai posisi kami dalam kampanye ini,” ujar Niko.
Tak sekadar bicara, aliansi ini memiliki dasar yang kuat. Pada 28 September lalu, mereka sudah mengadakan audiensi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Samarinda. KPU, lanjut Niko, menyatakan bahwa kelompok masyarakat diperbolehkan mendukung kolom kosong, meski dalam bentuk sosialisasi terbatas. Berdasarkan keputusan tersebut, Aliansi Kotak Kosong kemudian memasang spanduk dukungan di 100 titik di Samarinda.
“Isi spanduk kami netral, mengajak masyarakat datang ke TPS tanpa menyinggung pasangan calon lain,” tambahnya.
Namun, pemasangan spanduk itu hanya bertahan tiga hari. Spanduk-spanduk yang dipasang swadaya sejak Selasa, 22 Oktober 2024, diturunkan oleh Satpol PP Samarinda pada Jumat, 25 Oktober. Tindakan tersebut dilakukan atas rekomendasi Bawaslu Samarinda, yang menilai spanduk itu tendensius.
“Padahal, tak ada satu pun calon atau nomor urut yang kami sebut. Hanya imbauan untuk mencoblos kolom kosong, yang jelas-jelas adalah hak masyarakat dalam pemilihan,” tegas Niko.
Aliansi Kotak Kosong tak main-main. Jika dalam dua hari Bawaslu tetap tak merespons, mereka mengancam akan melaporkan Bawaslu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas dugaan menghalang-halangi sosialisasi kolom kosong. Menurut Niko, aturan membolehkan sosialisasi kolom kosong bagi masyarakat tanpa perlu mendaftarkan diri ke KPU.
“Audiensi dengan KPU menegaskan bahwa kami tak wajib mendaftar, kecuali sebagai pemantau atau saksi. Untuk sosialisasi, masyarakat bebas melakukannya,” tutupnya.
Langkah ini bisa jadi membuka babak baru dalam dinamika Pilkada Samarinda, saat kolom kosong, sebuah simbol perlawanan tanpa kandidat, mencoba mengklaim ruang di tengah kompetisi politik yang semakin sengit. (Nur/Fch/Klausa)