Kutim, Klausa.co – Permasalahan sengketa lahan perkebunan plasma kelapa sawit antara Koperasi Serba Usaha (KSU) Wira Benua dan PT Kutai Mitra Sejahtera (KMS) masih belum menemui titik terang. Sejak tahun 2017, tarik-menarik antara kedua pihak kian memanas, dengan PT KMS terancam kehilangan izin usahanya.
Awal mula sengketa ini bermula dari pembatalan sepihak penandatanganan Perjanjian Kerjasama (SPK) oleh PT KMS pada 15 Mei 2023, setelah kesepakatan yang dicapai dalam rapat pada 29 Maret 2023. Hal ini lantas mendorong Dinas Perkebunan Kabupaten Kutai Timur (Kutim) untuk turun tangan.
Pada 26 Januari 2024, Dinas Perkebunan melayangkan Surat Peringatan I kepada PT KMS, mendesak mereka untuk membangun kebun masyarakat seluas 20 persen sesuai kesepakatan. Namun, teguran tersebut tak diindahkan PT KMS. Tak patah arang, pada 19 Juni 2024, Dinas kembali melayangkan Surat Peringatan II dengan nomor: B/500.8.8/1502/Disbun-UPP, menegaskan kembali kewajiban PT KMS.
Menurut Asia Muhidin, Ketua Umum Lembaga FP2K (Forum Pemuda Pemantau Kebijakan) Provinsi Kalimantan Timur, akar permasalahan ini terletak pada ketidakpatuhan PT KMS terhadap kesepakatan awal.
“Pihak kami sudah melayangkan beberapa surat dan melaporkan masalah ini ke pengadilan, namun belum ada tindak lanjut yang memuaskan,” ujarnya saat diwawancarai pada Rabu (26/6/2024).
KSU Wira Benua pun tak tinggal diam. Pada 22 Mei 2023, mereka mengirimkan surat ketiga kepada PT KMS, menyoroti sikap tak kooperatif PT KMS pasca rapat 29 Maret 2023.
“Jika PT KMS tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan Surat Keputusan Bupati tahun 2017 dan Peraturan Menteri Pertanian tahun 2007 nomor 26, perusahaan ini berisiko kehilangan izin,” tegasnya..
Upaya mediasi tak membuahkan hasil, mendorong KSU Wira Benua untuk menempuh jalur hukum. Pada 25 April 2024, mereka resmi mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Sangatta dengan nomor: 007/KSU-WB/DKI-MA/IV/2024. (Yah/Fch/Klausa)


















