Kukar, Klausa.co – Di tengah naik-turun harga beras dan tantangan pemasaran hasil pertanian, Pemerintah Desa Segihan, Kecamatan Sebulu, Kutai Kartanegara (Kukar), memilih jalur mandiri. Mereka memperkuat peran koperasi desa sebagai tulang punggung ketahanan pangan lokal, sekaligus menjadi penopang ekonomi petani.
Lumbung pangan yang dikelola koperasi desa bukan sekadar tempat penyimpanan. Fasilitas ini kini dilengkapi lantai jemur, alat pengering, hingga sistem pengolahan hasil panen yang lebih terorganisir. Hasilnya, beras petani Segihan tidak lagi hanya dijual sebagai komoditas mentah, tapi telah dipasarkan dalam kemasan dengan merek sendiri.
“Kami ingin petani punya daya tawar. Jangan sampai setiap panen langsung dijual dalam keadaan basah atau murah hanya karena butuh uang,” ujar Sekretaris Desa Segihan, Setiono Anitabhakti, saat ditemui awal pekan ini.
Menurutnya, kemampuan menyimpan beras dalam waktu lebih lama memberi ruang bagi petani untuk menunggu harga jual yang lebih baik. Ini penting, terutama saat harga di pasar lokal sedang turun.
Namun Setiono tak menutup mata, persoalan distribusi dan permodalan masih menjadi ganjalan utama. Pasar desa memang mampu menampung sebagian hasil panen, tapi belum cukup untuk mendorong ekspansi produksi.
“Mayoritas masih mengandalkan pasar lokal. Untuk menembus kabupaten atau luar daerah, butuh modal dan jaringan yang belum kami miliki,” ujarnya.
Ia berharap, penguatan kelembagaan koperasi bisa menjadi titik temu antara potensi lokal dan dukungan eksternal. Menurutnya, keterlibatan pemerintah daerah maupun mitra swasta sangat dibutuhkan untuk membuka akses distribusi dan memperluas pasar.
“Kalau koperasi bisa tumbuh besar, bukan hanya harga beras yang stabil. Tapi kesejahteraan petani di desa kami juga akan meningkat,” pungkasnya. (Yah/Fch/ADV/Pemkab Kukar)
