Klausa.co

Kutai Timur Pecahkan Rekor MURI: Batik Wakaroros, Warisan Budaya yang Mendunia

Festival Magic Land Kutai Timur 2024. (Foto: Istimewa)

Bagikan

Kutim, Klausa.co – Langit Sangatta bersinar cerah saat Kabupaten Kutai Timur (Kutim) mencetak sejarah baru. Dalam perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-25 Kutim, ribuan pelajar berkumpul di kawasan Polder Ilham Maulana untuk mencatatkan nama daerah mereka di Museum Rekor Indonesia (MURI). Kali ini, bukan sekadar prestasi biasa, melainkan pemecahan rekor melukis batik Wakaroros terbanyak—sebuah tradisi lokal yang kini menjadi simbol kebanggaan Kutim.

“Festival Magic Land Kutai Timur 2024 ini bukan hanya tentang rekor, tetapi tentang cerita. Cerita bagaimana generasi muda kita menggenggam kuas dan membentuk masa depan budaya Kutim,” ujar M Agus Hari Kesuma, Penjabat Sementara (Pjs) Bupati Kutim, saat membuka acara dengan penuh semangat.

Baca Juga:  Kebakaran Mengancam Pemukiman Padat Penduduk, Leni Angriani Dorong Raperda Pencegahan Kebakaran

Tak bisa dipungkiri, Kutim telah lama menjadi langganan pemecah rekor MURI. Dari lomba memancing massal hingga masakan ikan tuna berbumbu bawang tiwai, daerah ini terus memperlihatkan kekayaan kreativitasnya. Namun, kali ini berbeda. Agus menyebut, rekor melukis batik Wakaroros adalah cerminan kecintaan generasi muda terhadap budaya lokal.

“Rekor ini bukan soal angka, tetapi soal jiwa. Jiwa yang mencintai warisan leluhur dan menjadikannya bagian dari identitas diri,” ungkapnya.

Sebanyak 1.500 pelajar dari 32 sekolah di Sangatta Utara dan Selatan bergabung untuk melukis batik bersama. Dalam balutan keceriaan dan kerja sama, mereka menorehkan motif khas Wakaroros—cerminan keindahan alam Kutim yang diabadikan dalam kain.

Baca Juga:  Kutim Perkuat Langkah Pencegahan Konflik Sambut Pilkada Serentak 2024

Mulyono, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kutim, menegaskan bahwa kegiatan ini lebih dari sekadar memecahkan rekor. Ia melihatnya sebagai ruang edukasi yang meresapi generasi muda dengan nilai budaya yang luhur.

“Melalui batik Wakaroros, kita tidak hanya berbicara tentang seni. Kita berbicara tentang identitas, tentang siapa kita,” jelas Mulyono.

Ia berharap pelajar yang terlibat tak sekadar belajar melukis, tetapi juga menyelami filosofi di balik motif Wakaroros. Dengan begitu, warisan budaya ini akan terus hidup, bukan hanya di atas kain, tetapi di hati generasi penerus.

Festival ini tak hanya menjadi perayaan, tetapi juga gerakan bersama. Para pelajar, guru, dan masyarakat bahu-membahu melukis, menciptakan suasana yang penuh kehangatan. Di balik setiap goresan, ada kebanggaan yang mengalir: kebanggaan menjadi bagian dari Kutim.

Baca Juga:  Dispora Tempatkan Pemuda Jadi Garda Depan Perangi Narkoba di Kaltim

“Kegiatan ini menyatukan kami. Dari generasi muda hingga orang tua, semuanya terhubung oleh rasa cinta pada budaya lokal,” ujar salah satu peserta dengan mata berbinar.

Batik Wakaroros kini bukan lagi sekadar produk budaya lokal. Dengan rekor MURI yang diraih, Kutim menunjukkan kepada dunia bahwa seni tradisionalnya memiliki nilai yang tak ternilai. Agus berharap, momentum ini bisa membawa batik Wakaroros melangkah lebih jauh ke tingkat nasional, bahkan internasional.

“Kutim kaya bukan hanya karena sumber daya alamnya, tetapi karena budayanya. Ini kekayaan sejati yang harus kita jaga,” tuturnya. (Nur/Fch/ADV/Pemkab Kutim)

Bagikan

.

.

Search
logo klausa.co

Afiliasi :

PT Klausa Media Indonesia

copyrightⓑ | 2021 klausa.co