Samarinda, Klausa.co – Dua pria berinisial J (46) dan H (43) harus berurusan dengan hukum karena nekat menambang batu bara tanpa izin di kawasan penyangga Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dan dititipkan di rumah tahanan negara (Rutan) Polres Tenggarong.
Hal itu dibenarkan David Muhammad, Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK Wilayah Kalimantan pada Jumat (4/8/2023). Ia menjelaskan, J (46) bertindak sebagai pemodal dan penanggung jawab operasional lapangan. Sedangkan H (43) bertindak sebagai operator ekskavator yang saat itu tengah melakukan penambangan batu bara ilegal.
“Penyidik masih melakukan pengembangan kasus itu untuk mengungkap pelaku lain yang terlibat dalam aktivitas penambangan batu bara tanpa izin,” ungkapnya.
Ia menerangkan, penanganan kasus ini berawal dari adanya laporan masyarakat, yang kemudian ditindaklanjuti oleh tim intelijen dan tim operasi dari Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Enggang Seksi II Samarinda.
“Saat itu langsung ditangani tim SPORC Brigade Enggang yang telah mengamankan pelaku di lokasi penambangan batu bara yang berada di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Loa Haur, Loa Janan, Kabupaten Kutai Kartanegara,” jelasnya.
Selain mengamankan kedua tersangka, tim SPORC juga menyita sejumlah barang bukti, antara lain satu unit ekskavator, satu mobil kabin tunggal, dan enam unit dump truck yang memuat batu bara.
Menurutnya, keberhasilan penanganan kasus ini tak terlepas dari kerja sama dan sinergitas yang telah terjalin dengan baik antara Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan, BDLHK (Balai Diklat Lingkungan Hidup dan Kehutanan) Samarinda, Polda Kaltim, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim, dan masyarakat.
Saat ini kedua tersangka dititipkan di Rutan Polres Tenggarong. Sedangkan barang bukti yang diamankan adalah satu unit ekskavator, satu mobil kabin tunggal, dan enam unit dump truck yang memuat batu bara.
Penyidik menjerat kedua tersangka dengan ancaman hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar lantaran melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. (Apr/Fch/Klausa)