Jakarta, Klausa.co – Mereka telah mengabdi selama bertahun-tahun sebagai tenaga honorer di berbagai instansi pemerintah. Mereka berharap suatu hari nanti bisa menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau setidaknya Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Namun, harapan itu kian pupus seiring dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
UU ASN ini mengatur tentang penataan dan penyelesaian masalah honorer yang sudah disepakati dengan DPR RI. Ada tiga prinsip utama yang menjadi landasan kebijakan ini, yaitu tidak ada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal honorer, tidak membuat anggaran membengkak yang membebani keuangan negara, dan tidak mengurangi pendapatan yang diterima honorer selama ini.
Namun, prinsip-prinsip ini ternyata tidak berlaku bagi honorer tenaga teknis, khususnya yang bergerak di bidang administrasi. Mereka tidak mungkin diangkat menjadi PNS, karena pemerintah saat ini mengarah pada talenta digital. Hal ini diungkapkan oleh Deputi SDM Bidang Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) Alex Denni.
“Kalau 700 ribu honorer teknis administrasi diangkat PNS, ya, tidak mungkin. PNS yang sekarang saja mau kami kurangi kok,” kata Deputi Alex, Minggu (5/11). Dia menjelaskan, komposisi PNS di Indonesia saat ini sebanyak 38 persennya berada di jabatan pelaksana atau administrasi. Sementara, dengan digitalisasi banyak pelayanan publik yang mengarah pada sistem elektronik. Otomatis pekerjaan PNS di jabatan pelaksana ini jadi berkurang.
Dengan alasan tersebut, Alex mengatakan, mulai tahun ini pemerintah mulai mengurangi formasi jabatan pelaksana. Misal, jika di suatu unit kerja terdapat 5 PNS administrasi pensiun, maka formasi yang dibuka hanya 2. Alex mengatakan, PNS di jabatan pelaksana ini diarahkan untuk meningkatkan kemampuannya agar bisa menguasai jabatan lebih teknis.
“Nah, di PNS saja sudah kami buat begitu aturannya, bagaimana bisa honorer teknis administrasi kami angkat PNS? Ya, enggak mungkin,” tegasnya. Sebagai solusinya, KemenPAN-RB mengarahkan 700 ribu honorer teknis administrasi ini untuk meningkatkan keahliannya. Para honorer teknis jangan sekadar menguasai pekerjaan yang sifatnya administrasi. Nantinya, mereka ini akan diarahkan menjadi PPPK. Tentunya setelah pemerintah melakukan audit data honorer.
Deputi Alex terang-terangan menyebutkan, cukup banyak honorer bodong yang ternyata masuk pendataan tenaga non-ASN pada 2022. Apakah mereka diarahkan ke PPPK penuh waktu atau paruh waktu, dia mengatakan akan disesuaikan dengan kekuatan anggaran. Jangan sampai karena ingin mengakomodasi semua, akhirnya 70 persen APBD tersedot untuk membayar gaji, sedangkan pembangunan terabaikan. Alex mengatakan, misal selama menjadi honorer gajinya Rp 1 juta, maka yang bersangkutan tidak boleh dipekerjakan penuh waktu.
“Pemerintah sudah memiliki semua data honorer dan akan diselesaikan secara bertahap setelah datanya benar-benar clear,” pungkas Alex. Diketahui, jumlah tenaga non-ASN atau honorer di pangkalan data Badan Kepegawaian Negara (BKN) saat ini mencapai 2,3 juta orang dari seluruh Indonesia. Awalnya, data jumlah honorer yang mencapai 2,3 juta tersebut sudah dikunci. Namun, ternyata masih diaudit lagi. Alasannya, hasil sementara berdasar data yang sudah diaudit ternyata masih juga ditemukan data honorer tidak valid meski sudah dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM). Dengan alasan tersebut, saat Rapat Kerja dengan Komisi II DPR pada 13 September 2023, Menteri PAN-RB Azwar Anas menjelaskan dirinya telah meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit ulang. (Mar/Bob/Klausa)