BALI, klausa.co – Hartono, salah satu notaris di Surabaya sudah bisa bernafas legah. Peninjauan kembali (PK) yang dirinya ajukan ke Mahkama Agung (MA) menyatakan dirinya tidak bersalah. Dirinya pun dibebaskan dari segala hukuman yang menjeratnya.
Awalnya di pengadilan tingkat pertama –Pengadilan Negeri Gianyar–, Hartono dihukum dua tahun penjara. Ia banding. Di pengadilan tinggi (PT) Bali, menyatakan dirinya tidak bersalah. Dirinya dibebaskan. Jaksa penuntut umum (JPU) tidak puas dengan putusan itu.
Mereka mengajukan kasasi di tingkat MA. Di tingkat itu, ia kembali dinyatakan bersalah. Bahkan, hukumannya ditambah dua kali lipat. Karena itu, Hartono mengajukan peninjauan kembali. Hasilnya, ia kembali bebas.
Putusan itu tertuang dalam website sistem informasi penelusuran perkara (SIPP)PN Gianyar. Nomor: 41PK/Pid/2021 yang dikeluarkan pada 15 September 2021. Dalam putusan itu menyatakan, terpidana Hartono tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah.
Membebaskan terpidana tersebut oleh karena itu dari semua dakwaan. Memerintahkan terpidana dibebaskan seketika. Memulihkan hak terpidana dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.
Atas putusan tersebut, JPU dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Gianyar mengajukan perlawan. Mereka juga mengajukan upaya hukum PK. Itu dilakukan berdasarkan Undang-undang RI nomor 11/2021, tentang perubahan atas UU Nomor 16 tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia pada Pasal 30 c huruf h.
Sementara, Singgih Tomi Gumilang, salah satu tim kuasa hukum Hartono langsung mengajukan Judicial Review UU Kejaksaan RI tersebut ke Mahkamah Konstitusi. Melalui website: simpel.MKRI.id. Nomor: 24/PAN.ONLINE/2023 pada 7 Februari 2023.
“Kami telah menyerahkan berkas permohonan lengkap kepada ibu Nurul Quraini pada 8 Februari 2023, pukul 14:18 WIB. Dibagian penerimaan perkara konstitusi pada MK RI. Dengan tanda terima nomor: 15-1/PUU/PAN.MK/AP3,” katanya, Jumat (10/2/2023).
Singgih menerangkan, di pasal 30 c huruf h UU Kejaksaan RI menyuratkan tugas dan wewenang jaksa atau penuntut umum untuk mengajukan Peninjauan Kembali.
Pasal a quo dijadikan dasar hukum oleh Kejaksaan Negeri Gianyar untuk mengajukan Peninjauan Kembali, pada 26 Desember 2022. Surat pengantar nomor: TAR- 3385/N.1.15/Eku.2/12/2022, yang ditandatangani Kepala Kejaksaan Negeri Gianyar Ni Wayan Sinaryati.
“Upaya hukum luar biasa peninjauan kembali, dilandasi filosofi pengembalian hak dan keadilan seseorang. Meyakini dirinya mendapat perlakuan yang tidak berkeadilan yang dilakukan oleh Negara berdasarkan putusan hakim,” terangnya.
“Oleh karena itu, hukum positif yang berlaku di negara Republik Indonesia, memberikan hak kepada terpidana atau ahli warisnya untuk mengajukan upaya hukum luar biasa. Dinamakan dengan peninjauan kembali,” jelasnya.
Lembaga PK ditujukan untuk kepentingan terpidana. Guna melakukan upaya hukum luar biasa. Bukan kepentingan negara maupun korban. Sebagai upaya hukum luar biasa yang dilakukan oleh terpidana, maka subjek yang berhak mengajukan permohonan PK.
Hanya terpidana ataupun ahli warisnya. Sedangkan objek dari pengajuan permohonan PK adalah Putusan yang menyatakan perbuatan yang didakwakan dinyatakan terbukti dan dijatuhi pidana.
Oleh karena itu, sebagai sebuah konsep upaya hukum bagi kepentingan terpidana yang merasa tidak puas terhadap putusan. Tentu yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
“Maka, putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum tidaklah termasuk ke dalam objek pengajuan permohonan PK. Karena putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum pastilah menguntungkan Terpidana,” katanya lagi.
Editor: Redaksi Klausa